Page 249 - Konstitusionalisme Agraria
P. 249
pemisahan usaha pembangkitan, transmisi, distribusi, penjualan,
agen penjualan, pengelola pasar, dan pengelola sistim tenaga listrik
oleh badan usaha yang berbeda. Menempatkan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dalam hal ini PT. PLN hanya untuk usaha transmisi
dan distribusi, merupakan upaya privatisasi pengusahaan tenaga
listrik yang menjadikan tenaga listrik sebagai komoditas pasar.
Menurut Mahkamah Konstitusi, hal tersebut tidak memberikan
proteksi kepada mayoritas rakyat yang belum mampu menikmati
listrik. Kebijakan unbundling tersebut mengakibatkan PLN harus
unbundled menjadi beberapa jenis usaha, padahal PLN selama ini
memiliki izin yang terintegrasi secara vertikal. Sistem unbundling
itu menurut Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan prinsip
penguasaan negara sebagaimana digaruskan dalam Pasal 33 ayat
(2) UUD 1945. Karena pasal-pasal menyangkut unbundling yang
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi itu merupakan jantung dari
UU Ketenagalistrikan, maka Mahkamah Konstitusi memutuskan
membatalkan secara keseluruhan UU Ketenagalistrikan. Putusan
tersebut merupakan putusan Mahkamah Konstitusi yang pertama
yang memutus melebihi apa yang dimohonkan oleh para pemohon
(ultra petita). Ultra petita dalam perkara ini membatalkan
keseluruhan satu undang-undang yang dihasilkan oleh DPR bersama
dengan pemerintah.
2. PUU Migas I: Inkonstitusionalitas penaikan harga BBM
berdasarkan harga pasar
Pengujian UU Minyak dan Gas Bumi (UU No. 22 Tahun 2001)
dengan Nomor Perkara 002/PUU-I/2003) diajukan oleh enam
pemohon, antara lain APHI (Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak
Asasi Manusia Indonesia) selaku Pemohon I, PBHI (Perhimpunan
Bantuan Hukum dan hak Asasi Manusia Indonesia) selaku Pemohon
II, Yayasan 324 selaku Pemohon III, SNB (Solidaritas Nusa Bangsa)
selaku Pemohon IV, SP KEP – FSPSI Pertamina selaku Pemohon V,
dan Dr. Ir. Pandji R. Hadinoto, PE, M.H. selaku Pemohon VI. Para
pemohon mengajukan pengujian formil dan pengujian pengujian
218 Konstitusionalisme Agraria