Page 250 - Konstitusionalisme Agraria
P. 250
materil. Dalam putusan yang dibacakan pada 21 Desember 2004
itu, Mahkamah Konstitusi memutuskan menyatakan permohonan
Pemohon VI tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard),
menolak permohonan para Pemohon dalam pengujian formil, dan
mengabulkan permohonan para Pemohon dalam pengujian materiil
untuk sebagian.
Pemohon mendalilkan bahwa UU Migas bertentangan dengan
Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 sehingga akan berdampak pada
kesulitan Pemerintah untuk menjamin kesejahteraan dan/atau
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Dalam putusan tersebut,
Mahkamah Konstitusi kembali menjelaskan persoalan makna
dikuasai oleh negara sebagaimana sudah dikonstruksi dalam putusan
pengujuan UU Ketenagalistrikan, yaitu bahwa pengertian “dikuasai
oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh
negara dalam luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi
kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,” termasuk pula
di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat
atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.
Ada dua hal menarik yang penting dicatat dari putusan
Mahkamah Konstitusi dalam pengujian UU Migas, pertama yaitu
berkaitan dengan penentuan harga BBM dan kedua berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri. Dua hal tersebut
dijelaskan secara ringkas berikut ini:
Inkonstitusionalitas harga BBM berdasarkan harga pasar
Para pemohon mendalilkan sebagai akibat diserahkannya harga
minyak dan gas bumi kepada mekanisme persaingan usaha,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 ayat (2) UU Migas, di
samping akan menimbulkan perbedaan harga antar daerah/pulau
yang dapat memicu disintegrasi bangsa dan kecemburuan sosial,
juga bertentangan dengan praktik kebijaksanaan harga BBM di setiap
negara dimana pemerintah ikut mengatur harga BBM sesuai dengan
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 219