Page 256 - Konstitusionalisme Agraria
P. 256
dan Suyanto, dkk sebanyak 2063 WNI (Pemohon V). Perkara itu
registrasi oleh kepaniteraan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor
Perkara 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan 008/PUU-III/2005. Para
pemohon mengajukan permohonan pengujian formil dan pengujian
materil terhadap 19 pasal dalam UU Sumber Daya Air. Dalam putusan
yang dibacakan tanggal 19 Juli tersebut, Mahkamah Konstitusi
menolak keseluruhan permohonan dengan menerapkan klausula
conditionaly constitusional untuk pertama kalinya.
Para pemohon mendalilkan bahwa 19 Pasal dalam UU Sumber
Daya Air bertentangan dengan UUD 1945 karena mengadopsi
privatisasi/swastanisasi dan komersialisasi atas sumber daya air
sehingga mengubah fungsi sosial air menjadi komoditas ekonomi
semata sehingga air berubah menjadi barang komersial. Dalam
pertimbangan hukumnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat
meskipun UU Sumber Daya Air membuka peluang peran swasta
untuk mendapatkan hak guna usaha air dan izin pengusahaan
sumber daya air, tetapi hal itu tidak akan mengakibatkan penguasaan
air jatuh ke tangan swasta. Ada dua hal penting yang dapat dicatat
dari putusan pengujian UU Sumber Daya Air, yaitu penegasan oleh
Mahkamah Konstitusi bahwa akses terhadap pasokan air bersih
merupakan hak asasi manusia dan kedua persoalan komersialisasi
air yang didalilkan oleh pemohon.
Akses terhadap pasokan air bersih sebagai hak asasi manusia
Di dalam putusannya Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa
fungsi air memang sangat perlu bagi kehidupan manusia dan
dapat dikatakan sebagai kebutuhan yang demikian pentingnya
sebagaimana kebutuhan makhluk hidup terhadap oksigen (udara).
Akses tehadap pasokan air bersih telah diakui sebagai hak asasi
manusia yang dijabarkan dari:
(a) Piagam pembentukan World Health Organization 1946 yang
menyatakan bahwa penikmatan tertinggi standar kesehatan
manusia merupakan salah satu hak asasi setiap manusia;
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 225