Page 260 - Konstitusionalisme Agraria
P. 260
ketentuan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, khususnya di bidang
pembangunan kehutanan dan lingkungan hidup. Namun pandangan
ini berubah kemudian pada saat pengujian UU Kehutanan lain dalam
Perkara No. 45/PUU-IX/2011 yang akan diulas pada salah satu bagian
di dalam bab ini.
6. PUU Kehutanan III: Perampasan alat pengangkutan hasil
kejahatan hutan
Hendra Sugiharto mewakili PT. Astra Sedaya Finance
mengajukan pengujian terhadap UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan yang diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi sebagai
perkara No. 021/PUU-III/2005. Pada intinya permohonan ini menguji
ketentuan Pasal 78 ayat (15) yang berbunyi “Semua hasil hutan
dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat angkutnya yang
dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara,”
beserta penjelasannya yang berbunyi “Yang termasuk alat angkut,
antara lain, kapal, tongkang, truk, trailer, ponton, tugboat, perahu
layar, helikopter, dan lain-lain.”
Menurut pemohon, ketentuan tersebut telah memungkinkan
terjadinya perampasan hak milik secara sewenang-wenang,
meskipun barang atau alat angkut yang dirampas tersebut bukan
milik pelaku kejahatan dan/atau pelanggaran yang dimaksud,
melainkan milik pihak ketiga yang beritikad baik yang seharusnya
dilindungi. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon
yang dibacakan dalam sidang terbuka pada hari Rabu, 1 Maret 2006.
Hak milik tidak bersifat absolut
Persoalan yang diperkarakan ini berkaitan dengan jaminan terhadap
hak milik, yang menurut Mahkamah Konstitusi, berdasarkan UUD
1945 hak milik itu bukanlah merupakan HAM yang bersifat absolut,
tetapi dalam pelaksanaannya wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 229