Page 261 - Konstitusionalisme Agraria
P. 261
untuk antara lain kepentingan keamanan dan ketertiban umum.
Keberadaan Pasal 78 ayat (15) UU Kehutanan yang menjadi pokok
permohonan adalah untuk melindungi kepentingan nasional,
khususnya keamanan kekayaan negara dan lingkungan hidup dari
kejahatan pembalakan liar (illegal logging) yang merajalela yang
secara tidak langsung juga mengganggu dan bahkan membahayakan
hak asasi orang lain atau masyarakat umum, merugikan negara,
membahayakan ekosistem, dan kelangsungan kehidupan.
Kerugian yang dialami oleh pemohon berupa perampasan
barang-barang (truk) yang merupakan hak kepemilikan pemohon
dalam perkara Pidana di PN Sengeti dipandang oleh Mahkamah
Konstitusi sebagai persoalan penerapan hukum, bukan merupakan
persoalan konstitusionalitas norma yang terkandung dalam Pasal
78 ayat (15) UU Kehutanan.
Dengan kata lain, tidak setiap perampasan hak milik serta-
merta bertentangan dengan UUD 1945. Perampasan hak milik dapat
dibenarkan sepanjang dilakukan sesuai dengan prinsip due process
of law atau sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan,
terlebih lagi terhadap hak milik yang lahir karena konstruksi hukum
(legal construction) seperti hak yang diberikan oleh negara, bukan
hak asasi yang melekat pada manusia sebagai hak asasi. Namun
demikian, terlepas dari keabsahan perampasan hak milik sepanjang
dilakukan sesuai dengan prinsip due process of law di atas, hak milik
dari pihak ketiga yang beritikad baik (ter goeder trouw, good faith)
tetap harus dilindungi.
7. PUU Penetapan Luas Tanah Pertanian
Pemohon pengujian UU No. 56 Prp Tahun 1960 tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian (UU PLTP) adalah Yusri Adrisoma
yang merupakan ahli waris dari pihak (Dukrim bin Suta) yang
tanahnya terkena pembatasan oleh UU PLPT. Permohonan dengan
registrasi Perkara Nomor 11/PUU-V/2007 itu pada intinya meminta
Mahkamah Konstitusi untuk mencabut Pasal 10 ayat (3), ayat (4), dan
Penjelasan Pasal 10 dan Pasal 11 UU PLTP mengenai jatuhnya tanah
230 Konstitusionalisme Agraria