Page 307 - Konstitusionalisme Agraria
P. 307
hektare dan minimal 5.000 hektare, apalagi jika sebelumnya telah
ditetapkan WPR dan WPN.
Jikalaupun kriteria 500 hektare dan 5.000 hektare ini
merupakan bagian dari kebijakan hukum yang terbuka (opened legal
policy), tetapi dapat saja luas wilayah yang kurang dari 500 hektare
atau kurang dari 5.000 hektare sudah cukup untuk melakukan
kegiatan eksplorasi, untuk kemudian melakukan operasi produksi
dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan (green mining).
Dihapuskannya luas paling sedikit untuk diberikan WIUP eksplorasi
mineral bukan logam dan WIUP eksplorasi batubara tetap sesuai
dengan potensi serta daya dukung lingkungan. Berdasarkan
pertimbangan hukum di atas, Mahkamah Konstitusi batas
maksimum dimaksud bertentangan dengan UUD 1945.
23. PUU Kehutanan VI: Pembatasan penguasaan negara atas
kawasan hutan dengan melindungi hak atas tanah dalam
rezim kehutanan
Maskur Anang bin Kemas Anang Muhamad, seorang
pengusaha yang bertempat tinggal di Jambi mengajukan perkara
pengujian UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang digistrasi
oleh Mahkamah Konstitusi dengan perkara No. 34/PUU-IX/2011.
Pada intinya permohonan ini menguji Pasal 4 ayat (2) huruf b
dan ayat (3) UU Kehutanan menyangkut persoalan kewenangan
pemerintah untuk menetapkan status wilayah tertentu sebagai
kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan
serta perhatian pemerintah terhadap hak atas tanah dalam proses
pengukuhan kawasan hutan. Dalam putusannya, Mahkamah
Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan itu dalam putusan
yang dibacakan pada 16 Juli 2012.
Pengukuhan kawasan hutan memperhatikan hak atas tanah
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kewenangan pemerintah
untuk menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan
276 Konstitusionalisme Agraria