Page 364 - Konstitusionalisme Agraria
P. 364
Mahkamah Konstitusi melalui putusan-putusannya yang
“berani” telah memberikan warna baru dalam mengawal kehidupan
demokrasi di Indonesia paska Orde Baru. Beberapa putusan
milestone lainnya yang mengubah cara berhukum, misalnya
yaitu putusan yang merehabilitasi kembali hak mantan dan
keturunan anggota PKI (vide Putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003
bertanggal 24 Februari 2004), putusan tentang diperbolehkannya
calon independen dalam pemilihan kepala daerah (vide Putusan
Nomor 5/PUU-V/2007 bertanggal 23 Juli 2007), dan putusan
tentang perubahan penghitungan caleg terpilih dari nomor urut
menjadi suara terbanyak (vide Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2009
bertanggal 23 Desember 2008). Tidak kalah bersejarahnya, yaitu
putusan yang memperbolehkan penggunaan KTP atau Paspor
sebagai syarat memilih dalam Pilpres (vide Putusan Putusan Nomor
102/PUU-VII/2009 bertanggal 6 Juli 2009) dan putusan sengketa
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Provinsi Jawa Timur
(vide Putusan Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 bertanggal 2 Desember
2009) (Mahfud, 2011:204).
Namun pada sisi lain terdapat pula putusan Mahkamah
Konstitusi yang tidak mencerminkan sikap progresivitas dalam
berhukum, misalkan ketika Mahkamah Konstitusi membubarkan
keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang
sejatinya bisa menjadi lembaga untuk melakukan pengungkapan
kebenaran kejahatan hak asasi manusia pada masa lalu dan
memulihkan keadaan menjadi lebih baik. Demikian pula dalam
beberapa putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-
undang yang berkaitan dengan kebebasan beragama yang selama
ini telah memakan korban dan diskriminasi terhadap pemeluk
agama-agama minoritas. Sebuah eksaminasi terhadap putusan
Mahkamah Konstitusi dalam pengujian UU No. 1 PNPS Tahun 1965
Tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang dilakukan
oleh Indonesian Legal Resources Center (ILRC) pada tahun 2010
(Margiyono, dkk, 2010:109) berkesimpulan bahwa:
“MK tidak menjalankan mandatnya dengan baik sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 333