Page 162 - Tanah dan Ruang untuk Keadilan dan Kemakmuran Rakyat
P. 162
Bank Tanah sebagai Financial Instrument dalam
Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat
Apabila dikaitkan dengan fungsi sosial dalam Pasal 6
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
maka bank tanah sebagai badan layanan umum khusus yang
akan dibentuk di Indonesia diharapkan dapat melaksanakan
fungsi pembiayaan (financial instrument) dengan karakter-
istik berbeda dari bank konvensional. Pertama, prosentase
bunga pinjaman yang dibebankan kepada masyarakat
pengguna fasilitas tersebut tidak boleh lebih dari 5%. Apalagi
jika menjadi sama seperti bank konvensional yang dapat men-
capai 10% dengan masa agunan tersingkat 12 (dua belas)
bulan. Kedua, bank tanah dalam rangka menghadapi kredit
macet harus menggunakan pendekatan restorative justice
kepada debitur agar mampu melunasi pinjaman tanpa melalui
proses gugatan perdata di pengadilan negeri. Ketiga, bank
tanah dalam pelaksanaannya harus konsisten untuk tidak ter-
jerumus mendukung praktik privatisasi lahan oleh pihak
swasta dengan menjadi partner of land broker. Artinya, secara
a contrario bank tanah memang diwajibkan untuk mem-
berikan akses penguasaan tanah untuk kepentingan pem-
bangunan sebagaimana telah dicanangkan oleh pemerintah
dalam perencanaan program kerja. Keempat, bank tanah se-
bagai lembaga penyedia tanah perlu diberikan kedudukan
yang utama dalam mekanisme perjanjian dengan masa kons-
esi tertentu. Kejelasan kedudukan tersebut diperlukan sebagai
pemenuhan terhadap aspek kepastian hukum (legal certainty)
terkait proses peralihan dan penguasaan tanah pasca be-
rakhirnya masa perjanjian. Selanjutnya, kedudukan bank
tanah yang jelas dan tegas dinyatakan dalam peraturan
131