Page 157 - Tanah dan Ruang untuk Keadilan dan Kemakmuran Rakyat
P. 157
dalam rangka pemerintah melakukan upaya percepatan pem-
bangunan infrastruktur. Kritik tidak diajukan terhadap
diskursus terkait urgensitas pembangunan sebagai suatu
bagian dari kebijakan sosial. Melainkan terhadap permasalah-
an terkait pengadaan tanah dengan dalih untuk kepentingan
umum yang tidak berorientasi pada prinsip Sosialisme-
Pancasila sebagaimana dikonstruksikan melalui pengaturan
dalam UU No. 2 Tahun 2012. Pasalnya, undang-undang ter-
sebut menyatakan adanya mekanisme ganti kerugian oleh
pemerintah kepada pihak yang berhak. Legitimasi penguasaan
tanah tersebut harus dibuktikan dengan bukti yuridis terkait
hak atas tanah, yaitu akta jual-beli, sertifikat dan/atau salinan
resmi dokumen pendaftaran tanah (Harsono 2008). Namun,
praktik di lapangan menunjukan suatu pertentangan antara
das sein dengan das sollen. Pemerintah selain terkadang ter-
lihat menunjukan keberpihakan kepada borjuasi dalam
konteks penguasaan dan pengelolaan lahan. Tetapi juga
seringkali melakukan praktik ketidakadilan baik secara
formal maupun substansial dalam serangkaian proses
pelaksanaan ganti kerugian (compensation) atas tanah yang
menjadi obyek pembangunan infrastruktur.
Konflik Agraria dalam Pembebasan Lahan sebagai Raison
D’etre Pembentukan Bank Tanah Nasional
Maraknya konflik agraria seperti yang terjadi di
Kabupaten Kulon Progo terkait penolakan masyarakat ter-
hadap agenda pembangunan New Yogyakarta International
Airport (NYIA) dan permasalahan terkait besaran ganti ke-
rugian dalam megaproyek jalan tol Solo-Kertosono menjadi
salah satu urgensi bagi pemerintah untuk menginisiasi pem-
126