Page 46 - Tanah dan Ruang untuk Keadilan dan Kemakmuran Rakyat
P. 46
Bangsa Indonesia membuktikan bahwa aspek tersebut tidak
turut serta dipertimbangkan terbukti dengan pertarungan
kelas di pedesaan Jawa, Bali, dan sejumlah tempat di
Sumatera, termasuk melalui apa yang disebut “aksi-aksi
sepihak”, dan para tuan tanah yang bertindak mempertahan-
kan diri secara politik karena posisi kelas mereka yang ter-
ancam (Wertheim 1969, 14). Hingga akhirnya program
landreform secara mengejutkan berhenti ditandai dengan
penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal angkatan
darat pada tanggal 30 September 1965. Faktanya, kebijakan
LR tidak pernah dikaji ulang terbukti dengan UU No 56 Prp
Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanaian (UU
LR) yang belum dirubah sejak tahun 1960.
Perihal kedua, Micheal (Lipton 2009, 144) menekankan
bahwa seyogyanya data yang akurat merupakan prasyarat/
langkah pertama terlaksananya kebijakan LR dengan menya-
takan “The first step is to search and, if needed, improve the
data so as to predict the amount, scale and cost of land
transfers.” Ironinya, terdapat paradigma tersendiri mengenai
data yang dikeluarkan Pemerintah melalui BPS. Pertama,
pihak BPN melalui Acara Konferensi Pers “Reforma Agraria”
pada tanggal 29 Maret 2018 mengakui (‘BPN Akui Pemetaan’
2018) bahwa pemetaan kepemilikan lahan masih menjadi
persoalan agraria hingga saat ini.
Perihal ketiga, kegagalan LR disebabkan karena tiada-
nya asas keadilan dalam penerapan batas maksimum dan
minimum kepemilikan tanah. Phrasa “jumlah luasnya tidak
melebihi batas maksimum sebagai yang ditetapkan dalam ayat
2 pasal ini” pada Pasal 1 ayat (1) dan phrasa “minimum 2
hektar” pada Pasal 8 UU LR menunjukkan pendekatan all or
15