Page 109 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 109
yaitu penilaian AMDAL, yang pada akhirnya berujung pada
dikeluarkannya IUP Operasi Produksi.
Pada awalnya, masyarakat tidak mengetahui bila surat izin
produksi penambangan telah dikeluarkan oleh KPPT. Setelah
mengetahui hal tersebut, masyarakat Kecamatan Mirit menolak
penambangan dengan lebih tegas. Gerakan penolakan warga
yang dilakukan berasal dari masyarakat Mirit yang tergabung
dalam FMMS. Dengan alasan birokrat desa yang pasif, perlawanan
dipimpin oleh koordinator-koordinator FMMS di tingkat desa
dan kecamatan.
“Saya menjadi koordinator desa karena pada saat itu masyarakat
sudah resah, tetapi pemerintahan desa masih diam. Seharusnya
pemerintah desa sebagai pelindung kita tidak diam. Akhirnya
saya jalan sebagai koordinator. Masing-masing desa ada
koordinatornya. Kami memasang spanduk-spanduk penolakan.
(Wawancara Manijo, koordinator FMMS untuk Desa Mirit
Petikusan).
Masyarakat memiliki beberapa alasan penolakan
penambangan pasir besi dari segi kelangsungan lingkungan
dan ekonomi. Jika penambangan tetap dilakukan, masyarakat
khawatir akan terjadi kerusakan lingkungan seperti bencana
tsunami mengingat Kecamatan Mirit merupakan kawasan rawan
tsunami. Dampak lainnya berupa air sumur menjadi asin karena
pasir besi yang menjadi penyaring habis dikeruk.
Dari sektor ekonomi, penolakan masyarakat didorong oleh
rasa terancam akan hilangnya mata pencaharian mereka. Di
titik ini, faktor ekonomi menjadi salah satu faktor penting yang
memicu konlik. Schoorl dalam (aryanto menyebut bahwa
perbedaan ekonomi yang semakin besar dan kesejahteraan yang
semakin berkurang menjadi pemicu adanya konlik. Masyarakat
Mirit banyak yang bekerja sebagai petani maupun nelayan.
84 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik