Page 110 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 110
Jika lahan pertanian dikeruk, maka petani tidak akan bisa
menggunakan lahan tersebut untuk bertani. Begitupun dengan
nelayan yang tidak bisa lagi melaut karena wilayah tersebut
menjadi wilayah penambangan. Dampak semacam itulah yang
dikhawatirkan Manijo dari Desa Mirit Petikusan sehingga dia
lebih memilih wilayah Urutsewu tetap sebagai lahan pertanian.
Ia berujar:
“Biarpun di dalam sini terkubur intas, mas, berlian, biarkanlah
terkubur beribu tahun kalau memang ada dampaknya (yang
buruk bila digali, peny.) bagi kami. Kami petani sudah cukup
walaupun dengan penghasilan sedikit.
Tanda-tanda akan munculnya konlik dalam penambangan
pasir besi terbaca oleh Sujiman, Kepala Seksi Ketentraman dan
Ketertiban Kecamatan Mirit. Berikut penuturannya:
“Penambangan pasir besi cukup rawan dari sisi sosial karena
sebagian masyarakat tidak menghendaki penambangan.
Masyarakat merasa khawatir dengan keadaan tanah pasca
produksi. Selain itu karena tanah pesisir tersebut digunakan
sebagai lahan hortikultura.
Masyarakat merasa khawatir akan terjadi kerusakan lingkungan
akibat penambangan pasir besi sebagaimana yang terjadi di
Pantai Ketawang, Purworejo, Jawa Tengah. Di wilayah tersebut,
penambangan pasir besi menyebabkan debit air tanah turun, jalan
rusak, dan menyebarkan debu yang mengganggu lalu lintas dan
masyarakat. Lubang bekas galian yang cukup dalam juga masih
tersisa pascapenambangan walaupun sebagian sudah direklamasi,
revegetasi, serta menjadi lahan sawah. Meski tambang berdampak
positif berupa bantuan dan pinjaman lunak kepada masyarakat, namun
Pola Interaksi Antaraktor 85