Page 115 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 115
permasalahan terkait penambangan di Urutsewu muncul karena
tidak adanya informasi yang memadai. Ia menuturkan bahwa:
“Kalau kita kembali ke Kebumen, terkait pasir besi, saya kira tidak
ada hal yang jelas yang diterima warga. Pertama, apa tujuan
penambangan tidak tersosialisaikan dengan jelas. Kedua, apa yang
terjadi setelah penambangan, itu juga tidak tersosialisasi secara
jelas. Sehingga dalam hal ini masyarakat yang protes diawali oleh
ketidaktahuan. Karena kalau dia tahu yang sebenarnya, dia pasti
sudah menolak dari awal.
Masyarakat sampai tidak mengetahui rencana penambangan
pasir besi karena proses sosialisasi yang dilakukan tidak maksimal.
Lebih lanjut, anggota dewan tersebut berkata:
“Kemarin kita ketemu KLH. Kalau mau jujur, dia mengatakan
bahwa sosialisasi di sana ada manipulatif. Jadi dengan merekayasa
orang-orang tertentu, yang bisa dikondisikan, memberikan tanda
tangan, dan menyuarakan, hingga akhirnya itu jadi acuan AMDAL.
Seharusnya pemkab minta tinjau kembali.
Mengenai persoalan penggunaan lahan pesisir sebagai
tempat latihan TNI AD, di Kecamatan Mirit tidak terdengar
penolakan. Warga baru menolak jika area latihan dipakai untuk
latihan TNI AD. Sedangkan menyangkut status kepemilikan
tanah, masyarakat Urutsewu menolak jika lahan di Urutsewu
diakui sebagai lahan milik TNI AD.
“Sepengetahuan kami itu tanah negara. Kalaupun itu tanah TNI,
itu tanah dari mana? Pernah waktu itu kita menerima berita
acara dari TNI yang meminta tanda tangan soal menyetujui
hak atas tanah untuk latihan. Pemerintah desa enggak mau dan
masyarakat pun enggak mau menandatangani. Kalau mau latihan,
silakan latihan. Tetapi kalau sudah sampai ke hak, ya, kita enggak
bisa. Dengar-dengar ini juga menyangkut pasir besi. Wawancara
Suratno)
90 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik