Page 116 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 116
“TNI sebetulnya enggak punya tanah. Cuma numpang pakai. TNI
hanya punya hak pakai. Tapi TNI seolah-olah mau menguasai.
Dulu pesisir adalah alas (‘hutan’), tidak ada yang menanam, pasir
semua. Kata orang tua, pada zaman Belanda ada pal yang ke
selatan sebagai batas tanah yang dikuasai negara, bukan di tanah
pertanian. Tanah itu mau diminta oleh TN). Wawancara Manijo
Berbeda dengan pendapat masyarakat Mirit dan Urutsewu
pada umumnya, Masagus Herunoto menyebutkan bahwa tanah
yang akan ditambang adalah milik TNI AD. Untuk dapat melakukan
penambangan di Urutsewu, khususnya Kecamatan Mirit, pemohon
harus mendapatkan izin dari pihak TNI AD. Perizinan ini akan
dituangkan dalam perjanjian-perjanjian antara kedua belah pihak.
“Ini, kan, tanah TNI. Sehingga ini menjadi urusan pemohon. Jadi
harus ada rekomendasi dari Pangdam untuk penambangan. Karena
yang berwenang, kan, lembaga mereka untuk mengeluarkan izin
atau rekomendasi. Wawancara Masagus (erunoto
Penolakan penambangan pasir besi bukan hanya datang dari
masyarakat Kecamatan Mirit, melainkan juga dari masyarakat di
Kecamatan Buluspesantren dan Ambal yang tergabung dalam
FPPKS. FPPKS mengetahui akan adanya penambangan dari warga
Kecamatan Mirit yang datang ke FPPKS pada akhir tahun 2010.
Menurut Seniman, Koordinator FPPKS, pada saat itu beberapa
warga Kecamatan Mirit meminta bantuan mengenai langkah-
langkah yang harus dilakukan dalam menghadapi penambangan.
Pada saat itu, FPPKS menyarankan warga Kecamatan Mirit
untuk membuat forum warga sebagai tempat bermusyawarah
dan menyampaikan pendapat. Forum tersebut menjadi awal
berdirinya FMMS.
Menurut pengakuan Seniman, warga mulai berkumpul
dan menjalankan strategi sejak mereka mendapatkan dokumen
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL). Dokumen mengenai
Pola Interaksi Antaraktor 91