Page 120 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 120
Golongan Karya, M. Kiki Wahid Purnomo menyatakan, fraksinya
tak mempermasalahkan kegiatan investasi pertambangan tersebut
sepanjang investor menaati kewajiban mereklamasi lahan galian secara
benar dan memihak kepentingan masyarakat selama penambangan
berlangsung. 64
Selepas audiensi pada 2 Maret 2011, masyarakat menunjukkan
penolakan penambangan pasir besi dengan lebih keras. Berbagai
spanduk dan baliho yang berisi penolakan dijadikannya kawasan
Urutsewu sebagai lokasi penambangan pasir besi dipasang di
sepanjang Jalan Daendels, dari Desa Mirit Petikusan hingga
Desa Wiromartan (Suara Merdeka, 22 Maret 2011 [2]). Selain
pemasangan spanduk, penolakan juga dilakukan melalui media
internet, yaitu melalui blog yang dikelola oleh FPPKS.
Bentuk penolakan lainnya adalah dengan menggelar aksi
besar Pasowanan Agung (silaturahmi besar) pada 23 Maret 2011.
Rencananya, aksi ini akan diikuti oleh masyarakat dari Kecamatan
Mirit, Ambal, dan Buluspesantren. Aksi ini dikoordinasikan oleh
FPPKS bersama dengan forum masyarakat desa, koordinator
desa, dan koordinator kecamatan. Tuntutan warga pada aksi kali
ini adalah dijadikannya kawasan pesisir selatan sebagai wilayah
pertanian dan pariwisata. Tuntutan ini memiliki tiga turunan,
yaitu: tolak penambangan pasir besi, tolak kawasan pertahanan
dan keamanan di wilayah pesisir selatan, dan tolak program-
program yang tidak prorakyat. Strategi yang dilakukan berupa
sosialisasi kepada masyarakat di Kecamatan Buluspesantren,
Ambal, dan Mirit.
Akan tetapi, pada 21 Maret 2011, dua hari sebelum aksi
dilakukan, FMMS kembali melakukan audiensi di ruang rapat
gedung DPRD Kebumen. Audiensi diikuti oleh Ketua DPRD,
64 Mengenai pendapat fraksi terkait penambangan pasir besi diambil dari “DPRD
Kebumen Bahas Raperda Pasir Besi .
Pola Interaksi Antaraktor 95