Page 20 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 20

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     xix


               pembenahan administrasi pertanahan dan hubungan keagrariaan
               serta penegakkan hukumnya dalam  sistim hukum  Nasional
               Indonesia baru yang modern.
                   Juga melalui Undang-Undang Pertanahan dan teori ‘de facto-
               de jure’, dapat diketahui bagaimana filosofi, asas, ajaran dan teori
               hukum pertanahan adat diabstraksi dan diterjemahkan kembali
               menjadi  Pancasila sebagai filosofi  bangsa dan  Negara,  yang
               selanjutnya  dilembagakan kembali menjadi norma dasar dalam
               pasal 33  UUD 1945  tentang fungsi,  tugas dan peran Negara
               atas  tujuan  penggunaan  tanah  yang dikuasai  Negara  Republik
               Indonesia. Namun sejak kemerdekaan Indonesia, pemahaman
               filosofi Pancasila dan pasal 33 UUD 1945  bagi perubahan
               penegakkan hukum pertanahan serta keagrariaannya, dilakukan
               bertentangan dengan filosofi, asas dan ajaran norma dasar Negara
               tersebut.  Akibatnya,  timbul  kesalahpahaman yang berdampak
               sistemik berupa kekacauan  tafsir  serta tindakan  penegakkan
               hukum yang mengabaikan hak keperdataan kepemilikan tanah
               milik rakyat sebagai WNI.
                   Jadi seharusnya, Undang-Undang Pertanahan Indonesia
               dengan teori ‘de facto-de jure’-lah, yang digunakan sebagai
               pedoman acuan dasar baik dalam perumusan norma maupun
               kaidah penegakkan hukum pertanahan dan keagrariaan termasuk
               penataan administrasi sistim hukum pertanahan dan keagrariaan
               baru, setelah kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, sinergi
               penegakkan peraturan  maupun  penataan administrasi  hukum
               pertanahan dan keagrariaan Indonesia yang baru, pun dapat
               dilakukan  secara  terkoordinasi sistemik  dalam  sistim Hukum
               Pertanahan  dan Keagrariaan  Nasional Indonesia.  Satu  hal yang
               sejak kemerdekaan  Indonesia  belum  pernah  dilakukan  dengan
               baik dan benar. Sebaliknya,  Indonesia  justru  terlebih dahulu
               menggantikan undang-undang agraria kolonial Belanda dengan
               UU No. 5/1960,  tanpa menggantikan  sumber-sumber filosofi,
               asas, ajaran dan teori kepemilikan tanahnya ‘Agrarische Wet’ 1870,
               Agrarisch Besluit 1870  dan pasal 51 ‘Indische Staatsregeling’ 1925
               yang merupakan peraturan penegakkan hukum pertanahan serta
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25