Page 105 - Biografi Managam Manurung
P. 105
90 Oloan Sitorus, Dwi Wulan P., Widhiana HP.
mencermati undang-undang tersebut. Dalam draf konsideran
menimbang disebutkan bahwa otonomi dilakukan secara berta-
hap berdasarkan kemampuan daerah yang sudah disetujui oleh
pemerintah pusat. Apabila daerah mengusulkan, misalnya
mengenai SDM, Mendagri/BPN akan memberikan persetujuan.
Seperti itulah konsep awal otonomi ketika itu. Dalam UU yang
sudah dikeluarkan tersebut, hanya 5 (lima) hal yang tidak wajib
diotonomikan dan tetap menjadi urusan pemerintah pusat,
yaitu: politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, mo-
neter, fiskal, dan agama.
Atas dasar keyakinannya, Pak Managam kemudian membuat
konsep tentang Keputusan Presiden sebagai pelaksanaan dari
UU tersebut yang kemudian dikenal dengan Keppres No. 10
Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Bidang
Pertanahan.
Pasal 1 Keppres No. 10 Tahun 2001
Sebelum ditetapkan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, pelaksanaan otonomi
daerah di bidang pertanahan, berlaku Peraturan, Keputusan, Instruksi,
dan Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional yang telah ada.
Kondisi yang menjadi latarbelakang dan pertimbangan
penyusunan Keppres tersebut adalah Peraturan Daerah (Perda)
Cilegon mengenai Instruksi Walikota, bahwa semua hak-hak yang
sudah diterbitkan jangan didaftarkan di BPN terlebih dahulu
sebelum ada kebijakan selanjutnya. Ini menjadi isyarat bahwa
hal serupa akan terjadi di daerah lain. Di Kalimantan juga terdapat
Perda tentang biaya pendaftaran dan panitia seperti yang diatur
dalam Peraturan No. 2 Tahun 1992 tentang Biaya Pendaftaran