Page 43 - Biografi Managam Manurung
P. 43
28 Oloan Sitorus, Dwi Wulan P., Widhiana HP.
pun disebut sebagai gembala yang baik (marmahan), ternak gem-
balaan Managam kecil, juga pernah lepas kendali (maninggala)
dan memakan padi orang lain, sehingga harus membayar denda
3 kaleng padi. Kerbau gembalaan Managam kecil pun pernah
hampir saja hilang, namun beruntung pada akhirnya dikete-
mukan sedang tertidur dan tertinggal di padang gembalaan
seperti diingatnya kembali:
“Jadi malam-malam itu, kita ke rumah, mana satu lagi, nggak ada lagi,
terpaksa disuruh pulang lagi ke penggembalaan jauh itu, aduh dimana itu,
nggak bisa makan, nggak dikasih pulang ke rumah, kebetulan masih kecil
kerbaunya, nggak tahu kok bisa, jadi antara Motung dan Horsik ada
turunan, mungkin kecapekan atau kekenyangan, disitulah dia tidur, untung
bunyi....haa ini, maka dibawalah dia ke atas pelan-pelan, kalau nggak, bisa
dipukulin kita, nggak bisa makan, nggak bisa tidur di rumah oleh orang tua
itu, kalau hilang kerbau itu” 7
Ketekunan Managam kecil yang selalu rajin membantu orang
tuanya ini diistilahkan Donna Manurung dengan menyebutnya
‘anak burju’ seperti dikutip: “Anak burju, patuh sama orang tua,
mengabdi sama orang tua, penurut, sayang ke orang tua. Kalau
udah dibilang burju, udah hebat itu. Burju-burju ma ho, itulah kalau
mau merantau pesannya”. 8 Dalam tradisi Batak, istilah ‘burju’
memang dilekatkan sebagai keutamaan yang diidealkan untuk
seorang anak. Pencapaian tertinggi seorang anak adalah ketika
dia bisa disebut ‘burju’. 9
7 Transkrip interview Pak Managam, 2 Oktober 2013.
8 Transkrip interview Donna Manurung, Samosir, Sabtu 20 April 2013.
9 Masyarakat Batak memiliki lagu untuk melukiskan ungkapan ini. Filosofi
dalam lagu anak na burju menggambarkan kasih sayang dan kebahagiaan orang tua
terhadap anaknya, seperti ungkapan, “mate-mate di anak do rohani halak Batak,”
artinya kasih sayang orang tua Batak, melebihi nyawanya sendiri