Page 49 - Biografi Managam Manurung
P. 49
34 Oloan Sitorus, Dwi Wulan P., Widhiana HP.
memiliki kebiasaan untuk mengadili penjahat di dalam
masyarakat atau musuh politiknya di Batu Parsidangan. Sebelum
disidangkan, tawanan biasanya dipasung di Ruma Raja Siallagan.
Raja Siallagan akan menggunakan kalender Batak untuk mencari
hari baik untuk menyidang sang tawanan dan mengeksekusinya.
Proses menyidang tawanan atau penjahat ini akan dilakukan
bersama dengan para tetua adat di Huta Siallagan. Apabila
memang terbukti bersalah, terdakwa akan dibawa ke belakang
kampung untuk dieksekusi, dibedah hidup-hidup, lalu kemudian
dipancung. Inilah sejarah kelam Batak masa lalu yang
memasyurkan keberadaan batu persidangan di huta Siallagan.
Dalam kesehariannya, oppung yang sudah renta lebih
banyak mengurus kampung, membersihkannya dan sesekali,
menyambut apabila ada tamu yang datang berkunjung. Dengan
tinggal bersama oppung-nya inilah, Managam kecil juga mulai
belajar menjadi penutur sejarah Batu Parsidangan. Pengalaman-
nya bertemu dengan tamu atau turis yang datang ke huta Siallagan
inilah yang nantinya akan menjadi salah satu pengalaman penting
di masa dewasanya.
Selain sebagai pengurus kampung, oppung merupakan pengu-
rus di gereka HKBP dan menjadi sintua atau pemimpin umat. 12
Batak yang tinggal di dalam Huta yang ditumbuhi Pohon Hariara tersebut. Karena
dapat tumbuh tumbuh tinggi besar, kokoh, berakar tebal dan menjalar kemana-mana
serta tahan berbagai cuaca dengan masa hidup yang lama, pohon hariara juga disebut
sebagai pohon hidupnya Orang Batak. Orang tua berharap bahwa anak-anaknya
hidup seturut filosofi Pohon Hariara ini, tumbuh tinggi, besar dan kuat,
membenamkan akar jauh ke dalam perut bumi, menjadi sumber hidup, dan saluran
berkat bagi sesama dan makhluk hidup lainnya. Lebih lanjut lihat Lomar Dasika.
Hariara, Si Jantung Huta. www.indahnesia.info. Diakses 15 Oktober 2013.
12 Sintua adalah sebutan untuk seseorang yang menjadi penatua disuatu
dedominasi gereja (Lutheran) seperti HKBP, HKI, GKPI, GKPS, khususnya di