Page 58 - Biografi Managam Manurung
P. 58
Managam Manurung: Sestama BPN RI ... 43
“Jadi dianggap orang saya sudah pinter. Iya, karena di kelas dan di luar
kelas, direktur Sirait itu ngajar Bahasa Inggris, dan Bahasa Inggris ke saya.
Biasa lah masih level Bahasa Inggris intermediate, tapi bisa saya jawab, nah
orang lain dengarnya itu sudah bingung, hahaaa... jadi modal saya dikenal
orang, Bahasa Inggris saja, karena saya pun di Ambarita juga turis-turis
datang, dipaksa juga kita bisa bahasa minimal daily conversation, ya supaya
bisa minta duitnyalah, dengan menjelaskan cerita budaya dan cerita itu
sering diperhebat-hebat, misalnya batu kursi itu sudah 3,5 abad pada saat
itu, the king kumpul disini, untuk memutuskan perkara. Kalau sudah putus,
lari keluar untuk pemotongan leher yang bersalah, kan itu ceritanya”
Masa SMA menyimpan kenangan tak terlupakan bagi
Managam muda. Di SMA inilah Managam muda berkenalan
dengan seorang gadis cantik di SMA Nommensen ketika itu.
Kesan mendalam bagi Managam muda muncul ketika itu karena
Managam yang seringkali dipanggil ‘datu’ (dukun) karena
perawakannya yang kecil, pendek dan suka berbaju hitam, ter-
nyata mendapat perhatian lebih dari gadis cantik si boru Panga-
ribuan ini. Pertemanan mereka berawal dari permintaan boru
Pangaribuan ini untuk dibuatkan tugas Bahasa Inggris dan Ilmu
Ukur. Pada awalnya Managam muda merasa tidak enak hati
karena merasa sekedar dimanfaatkan. Inferioritas dan rasa rendah
diri menghantui Managam muda yang ketika itu merasa bak
bumi dengan langit dengan temannya ini seperti dikenangnya,
“Nggak layak orang cantik ngajak saya, tidak mungkin antara langit dan
bumi, cinta saya bukan di dia kok, saya tahu diri, cinta saya menengah ke
bawah, yang penting pacar-pacaran lah ya, kalau orang itu udah intelek,
udah naik mobil, saya masih naik sepeda yang berkarat itu tadi”.
Managam muda, anak petani sederhana dari Motung ini
harus berhadapan dengan teman gadisnya yang begitu lekat
dengan kemewahan yang bagi Managam muda tidak menjadi
bagian dari penempaan dirinya yang selama ini dibiasakan hidup
dalam tradisi agraris yang bersahaja.