Page 61 - Biografi Managam Manurung
P. 61

46    Oloan Sitorus, Dwi Wulan P., Widhiana HP.


           Ambarita, apalagi Motung. Palembang yang kosmopolit nyata-
           nya masih sangat kental dengan logat kedaerahannya. Awal mula
           tinggal di Palembang, Managam muda yang belum pernah jauh
           dari kampung halamannya ini mengalami gegar bahasa yang
           pertama kalinya. Bahasa Palembang menjadi bahasa dominan
           baik dalam tutur sehari-hari begitupun dalam kuliah di kelas.
           Managam muda yang belum begitu mengakrabi bahasa ini,
           akhirnya harus bersusah payah untuk mencerna maksud yang
           disampaikan seperti dituturkannya: “Di sana bahasa Palembang,
           nggak tahu saya, kuliah bahasa Palembang, aku nggak ngerti gima-
           na caranya, terpaksa belajar keras, bahasa Palembang, mendengar,
           duduk-duduk saya di kaki lima, mendengar jualan obat, orang ketawa
           saya ikut ketawa, padahal saya tidak paham maksudnya”. Pada
           akhirnya untuk mengatasi keterbatasannya dalam berbahasa
           Palembang, Managam muda pun mulai belajar sendiri dengan
           tekun.
               Setiap hari Managam muda menempuh perjalanan 4 kilo
           dari rumah  tulang-nya  menuju ke  kampus.  Seperti yang biasa
           dilakukannya ketika pertama kali bersekolah di SMA
           Nommensen   Pematang Siantar, jalan  kaki adalah  bagian  dari
           nilai kerja keras yang dipelajari dari kedua orang tua dan
           oppungnya. Selama berjalan kaki inilah Managam muda justru
           bisa  memperoleh  banyak  manfaat.  Selain  bisa  menghemat
           ongkos,  Managam  muda  bisa  memanfaatkan  waktu  sepanjang
           perjalanan untuk mengingat materi-materi yang baru diajarkan.
           Kebiasaan ini membuat Managam muda menjadi lebih mudah
           memahami materi yang diberikan. Memahami keterbatasan or-
           ang tuanya untuk bisa menjamin segala kebutuhan selama
           kuliah, Managam muda dengan patuh menerima dua buah cincin
           pemberian orang tuanya. Kedua cincin inilah yang menjadi bekal
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66