Page 169 - Keadilan Agraria dan Penataan Ruang Sebagai Basis Integrasi Bangsa
P. 169
Keadilan ruang tidak abstrak, Junef (2017) mengutip
Goldberg yang menjelaskan bahwa keadilan ditandai oleh
peraturan, otonomi dan ketidakberpihakan universal,
sementara ethics of care mengutamakan keberpihakan,
lokalitas, situasionalitas, kontekstualitas dan pembinaan
dan pemeliharaan hubungan sebagai asas pemandunya.
Keadilan ruang harus fokus dan berpihak pada universal
serta investasi publik (Anindia dan Hexagraha 2019). Salah
satu masalah yang kemudian sering ditemukan pada
pelaksanaan rencana tata ruang ialah proses penegakan
hukum yang tidak memihak pada peraturan dan
masyarakat luas. Sutaryono (2018) menjelaskan bahwa
pelanggaran tata ruang sering kali dibiarkan begitu saja
oleh pemerintah daerah, padahal dalam beberapa kasus
pelanggaran ruang sangat merugikan masyarakat terutama
terhadap akses warga pada fasilitas publik dan kebutuhan
publik. Pembiaran yang dilakukan kemudian menjadikan
pelanggaran tersebut sebagai kebiasaan, permasalahan
yang awalnya hanya berada pada sektor ruang kemudian
dapat melebar menjadi masalah dan konflik sosial.
Beberapa pemerintah daerah justru menyerah dan
kemudian melegalkan pelanggaran ruang dengan
mengubah peraturan tata ruang yang telah ada. Hal ini
menjadi ironis di tengah keadilan ruang menjadi isu arus
utama (Sutaryono 2016).
Reklamasi teluk Benoa, Reklamasi teluk Jakarta dan
Pembangunan Mega proyek Meikarta merupakan contoh
pelanggaran tata ruang yang kemudian dilegalkan dengan
146