Page 58 - Permasalahan Sektoralisme Kelembagaan Agraria di Indonesia
P. 58
penegasan hak dan manfaat ekonomi dari para petani (tanpa atau
kurang tanah---sasaran utama DAR) dapat dilakukan dalam satu
struktur departemen yang sama.
Tantangan DAR dalam melaksanakan mandatnya tentu saja
berangkaian dari persoalan politik, hukum, budaya, sampai ekonomi,
apalagi di sebuah negara yang masih memiliki sistem “landlord”.
Banyak pihak merasa bahwa dukungan politik terhadap DAR terus
melemah sehingga tanah yang sudah ditetapkan sebagai objek reforma
agraria tidak tersalurkan dengan baik, apalagi jika bersinggungan
dengan tanah yang diatasnya sudah ada hak/ijin lain. Dengan kekuatan
media dan kekuatan intervensi pada pejabat lokal, para tuan tanah ini
bisa menghalangi proses pembagian tanah. Masalah lainnya adalah
63
kurangnya dukungan dana, karena mereka yang kehilangan tanahnya
akibat reforma agraria harus mendapatkan kompensasi. Sampai saat
ini target distribusi tanah seluas 8 juta ha belum tercapai padahal
sudah beberapa kali target tahunnya diperpanjang (1998 kemudian
diperpanjang sampai tahun 2014 dan minta perpanjang dua tahun
lagi sampai tahun 2016).
C. Thailand
Permasalahan kebijakan agraria dan pengelolaan SDA juga
bisa berkaca pada Thailand. Negara ini terkenal dengan kemajuan
pertaniannya sehingga kita bisa melihat bagaimana persoalan lahan
mereka kelola. Dilihat dari struktur kabinetnya, Thailand ini punya
kesamaan dengan Malaysia dalam membedakan posisi kementerian
dan departemen. Setiap kementerian dipimpin oleh menteri dan
dapat diadakan posisi wakil menteri. Dalam hal pemisahan struktur
kementerian, nampaknya semuanya dibagi dalam bagian pemerintah,
BUMN dan organisasi publik. Bagian pemerintah ini dapat berisi
departemen atau biro. BUMN merupakan struktur di dalam
63 Asian NGO Coalition for Agrarian Reform and Rural Development (ANGOC), 2006.
“A Resouce Book on Enhancing Access of the Poor to Land and Common Property Resources.”
ANGOC and ILC
Kelembagaan Pengelolaan Agraria dari Beberapa Negara ASEAN 49