Page 29 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 29

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            dilakukan penyelesaian masalah tanah konversi, sewa
            tanah, erfpacht, dan konsesi landbouw yang secara bergulir
            diselesaikan pada tahun 1950-an. Berdasarkan UU
            Darurat no. 13/1948, di Yogyakarta dilakukan land re-
            form  terhadap  tanah-tanah eks-perusahaan Belanda.
            Tanah yang semula dikuasai oleh kira-kira 40 perusaha-
            an gula Belanda di Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta
            kemudian dibagikan kepada petani. 10
                Sayangnya, upaya ini dapat dikatakan berakhir, atau
            setidak-tidaknya menuju ke arah yang berbeda ketika
            terjadi proses “modernisasi” pembangunan dan perta-
            nian sejak paroh kedua tahun 1960-an. Reforma Agraria
                                                   11
            digantikan dengan kebijakan Revolusi Hijau.  Kebijakan
            ini dicirikan dengan penggunaan teknologi dalam panca
            usaha taninya. Diperkenalkan benih baru, alat-alat
            pertanian modern, pestisida, herbisida, dan fungisida,
            pemupukan kimia, dan pembangunan infrastruktur.
            Proses alih teknologi ini dilakukan dengan cara
            mensituasikannya secara sosial dan politik.




                10  Selo Soemardjan, ‘Land Reform di Indonesia’, dalam Sediono
            M.P. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi, (ed.), Dua Abad Pengu-
            asaan Tanah, Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke
            Masa. Jakarta: Obor, 1984.
                11  Benjamin White, “Gunawan Wiradi, The Agro Economy Sur-
            vey and Indonesia’s Green Revolution”, dalam Gunawan Wiradi, Ranah
            Studi Agraria, Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris, (Moh.
            Shohibuddin, [ed.]), (Yogyakarta: STPN, 2009), hlm. xiv

            8
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34