Page 259 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 259
Mobilisasi yang Lamban
kerjasama dengan politik ‘serampangan’ sistem pemilu
Brazil (Mainwaring 1995). Karena itulah kemudian MST
berhasil menerjemahkan kesuksesan nasional ke dalam
internasionalisme petani yang baru. Gerakan ini kemudian
menyebarkan pesannya dan memperluas basis dukung-
annya di tahun 1990.
Ketika MST telah menjadi aktor transnasional yang
berpengaruh, para aktivis gerakan berkelana ke berbagai
tempat seperti Afrika Selatan untuk mendorong dan
memberi masukan pada para aktivis pedesaan di sana.
Sayangnya, strategi utama MST untuk mobilisasi – yaitu
okupasi tanah – menjadi bumerang dalam konteks Afrika
Selatan. Contoh yang terdekat yaitu ketegangan ras di Zim-
babwe membuat okupasi tanah secara politik memiliki daya
ledak di Afrika Selatan. Okupasi juga sulit diorganisir oleh
LPM karena gerakannya tidak mampu mengadopsi kedua
elemen kesuksesan MST lainnya: kepemimpinan yang
dibangun melalui pengalaman akarrumput serta otonomi
dari organisasi masyarakat sipil dan negara.
Kesulitan-kesulitan menerjemahkan strategi gerakan
ini tentunya bukan merupakan dampak dari mobilisasi yang
lamban dan juga tidak bertanggung jawab terhadap
kesuksesan atau kegagalan land reform di dua negara
tersebut. Argumen kami secara spesifik berkaitan dengan
mobilisasi sosial. Di sini kami berpendapat bahwa
mengorganisir secara transnasional tidak dapat dipandang
baik secara menyeluruh. Namun, para peneliti dan aktivis
gerakan perlu mencoba dan memahami di bawah kondisi-
kondisi apa saja transnasionalisme kemudian memberikan
keuntungan atau kerugian. Seperti para praktisi pem-
bangunan terdahulu yang tidak selalu memeriksa spesifikasi
konteks di mana pembangunan dilaksanakan (Ferguson
1994), kami berpendapat bahwa menerapkan pengorga-
nisasian transnasional begitu saja secara terburu-buru akan
menafikan kekhususan geografis dan historis.
245