Page 83 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 83
74 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
pada komitmen, yaitu berjuang untuk melaksanakan visi ke-2 dan
ke-7 Desa Prigelan. Komitmen ini memberi kesempatan untuk
melakukan intervensi secara formal (melalui peraturan desa) dan
secara non-formal (melalui penempatan perangkat desa pada posisi
penting di organisasi petani). Tujuannya adalah untuk meningkatkan
target tertentu perilaku petani (mendukung strategi pertanahan),
dan menghentikan perilaku yang tidak diinginkan (menolak strategi
pertanahan).
Pemerintah Desa Prigelan berkewajiban menghormati
komitmen, karena hal inilah yang ingin diperlihatkan pada masyarakat
Desa Prigelan. Petani didorong agar mengerti bahwa Pemerintah
Desa Prigelan konsisten pada komitmen, yang dapat dilihat pada
aturan yang diberlakukan dan pengalaman yang diketahui oleh
masyarakat. Peraturan desa yang memuat strategi pertanahan telah
diasosiasikan atau dihubungkan dengan konsekuensi personal dan
sosial para petani. Selain itu, peraturan desa ini juga menjadi norma
sosial yang mengikat masyarakat (termasuk petani) dalam tataran
yang lebih dalam (rasa), sehingga menciptakan tekanan sosial baik
internal maupun eksternal pada diri petani.
Oleh karena itu, ketika para petani pemilik tanah sawah merasa
diperlakukan tidak adil, sebab orang kaya yang tidak memiliki
tanah sawah tidak diwajibkan menyerahkan 1/6 hak garap atas
kekayaannya; maka mereka berupaya melakukan perlawanan atas
hal itu secara tersembunyi, dengan menyampaikan kepada salah
satu ketua kelompok tani. Sikap ini dimaksudkan agar mereka dapat
terus berada di Desa Prigelan, karena memiliki cara-cara yang lunak
demi kelangsungan hidupnya.
Sebagian ilmuwan sosial (terutama James C. Scott) menjelaskan,
bahwa sikap ini merupakan wujud moralitas petani (pemilik tanah
sawah) yang lebih mementingkan keselamatan (keselarasan)