Page 79 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 79
70 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
dibutuhkan upaya untuk mencegah, agar pemilik tanah sawah tidak
menjadi korban stimulus. Para pemilik tanah sawah dapat menjadi
korban stimulus (hidup dihargai), bila ia mendapat stimulus yang
berlebihan (masyarakat terlalu memujanya), sehingga ia terdorong
untuk banyak menuntut, yang akhirnya justru menimbulkan
konsekuensi negatif (hidup tidak nyaman). Berdasarkan fakta
tersebut, maka stimulus, perilaku, dan konsekuensi merupakan hal-
hal penting yang perlu diperhatikan Pemerintah Desa Prigelan, agar
solidaritas pemilik tanah sawah dapat berlangsung terus menerus.
Secara teoritik, hubungan sekuensial stimulus, perilaku, dan
konsekuensi disebut “kontingensi tiga terma”, yang dapat digunakan
sebagai dasar teori bagi upaya penataan perilaku.
Kedua, para pemilik tanah bersedia memenuhi ketentuan
Peraturan Desa Prigelan yang berisi larangan menjual bidang-
bidang tanah di Desa Prigelan kepada orang-orang yang bukan
warga (penduduk) Desa Prigelan. Sebagaimana diketahui Peraturan
Desa Prigelan Nomor 144/03/2013 tanggal 20 Mei 2013, yang pada
lampirannya (Bagian VI angka 1) menetapkan, “Pemindahan/mutasi
hak milik tanah sawah dan darat ke warga luar Desa Prigelan tidak
dilayani, kecuali putra desa”. Ketentuan ini diberlakukan sejak Desa
Prigelan dipimpin oleh Suparno (Kepala Desa Prigelan tahun 1986
– 2002), meskipun saat itu aturannya belum terlalu tegas, sehingga
masih ada beberapa bidang tanah yang sempat dibeli oleh orang dari
luar Desa Prigelan.
Solidaritas yang diperlihatkan para pemilik tanah di desa ini
merupakan hasil ikhtiar Pemerintah Desa Prigelan, untuk mencegah
adanya tindakan dan perilaku yang bermasalah, yaitu ketika terjadi
eksklusi masyarakat atas tanahnya atau masyarakat “kehilangan”
tanahnya. Ikhtiar ini merupakan hasil identifikasi atas anteseden
(hal-hal yang mendahului) dan konsekuensi suatu tindakan dan