Page 138 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 138
(2) Pada umumnya ada keraguan untuk dapat mencapai tujuan Inpres.
Dasar-dasar keraguan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kecuali di Malang Selatan, Kediri, dan sebagian Pati, maka pada
dasamya tanaman tebu adalah tanaman pabrik atau tanaman
perkebunan. Ia harus diusahakan secara teliti dan ilmiah dengan
pengetahuan dan keterampilan yang tinggi.
Di daerah-daerah di mana tebu merupakan tanaman rakyat maka
tebu tidak hanya digiling untuk membuat gula pasir, tetapi juga
untuk dibuat gula mangkok, gula tumbu atau gula merah. Ini
berarti bahwa di daerah tebu rakyat pasaran atau pembeli tebu
bukan hanya pabrik gula, tetapi juga perusahaan- perusahaan gula
mangkok. Banyak petani yang bahkan mempunyai mesin- mesin
kecil pengolahan/pembuat gula mangkok sendiri. Selain itu tanah-
tanah yang dipakai untuk menanam tebu di daerah-daerah ini
bukan tanah sawah yang berpengairan tetapi tanah-tanah tadah
hujan. Di daerah-daerah seperti ini tanaman padi memberikan
penghasilan (penerimaan) yang lebih rendah daripada tanaman
tebu. Tebu adalah tanaman yang paling menguntungkan.
b. Pemilikan tanah yang terlalu kecil (± 0,3 ha per keluarga tani)
menimbulkan masalah yang amat sulit. Kalau dalam pengusahaan
tanaman padi atau palawija manajemen unit-unit kecil masih
mungkin, maka dalam tebu rakyat ada keharusan untuk
pengelolaan secara kelompok. Pengelolaan secara kelompok
inilah yang tidak mudah pelaksanaannya, lebih-lebih bila pemilik
tanah tidak menjadi penggarap. Struktur agraria yang demikian
memang tidak memungkinkan pengusahaan tanaman rakyat
secara efisien.
c. Mengenai harapan kenaikan pendapatan petani tebu, tergantung
pada banyak faktor yaitu hasil per hektar, rendemen, biaya produksi
dan harga gula atau harga tebu. Berdasarkan pengalaman pada Bimas
padi, jaminan harga pemerintah ini tidak mudah pelaksanaannya.
Sementara itu dibandingkan dengan padi, tanaman tebu jauh lebih
besar risikonya dan umur tanaman yang 3 kali lebih lama daripada
103