Page 139 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 139
padi hanya lebih menambah risiko petani dan mengurangi gairah
petani untuk memilihnya.
d. Juga harapan bahwa sistem tebu rakyat intensifikasi (TRI) akan
dapat menambah kesempatan kerja petani tebu, temyata sangat
sukar dapat dipenuhi.
Bahkan dengan sistem keprasan kesempatan kerja ini (pada musim
berikutnya) dapat menjadi berkurang.
C. HASIL-HASIL TRI SELAMA 3 TAHUN
(1) Menteri Pertanian dalam pidato pengarahan pada Rapat Kerja PTP/
PNP 13 Desember 1977 menyatakan bahwa hasil per hektar tanaman
tebu (termasuk TRI) telah menurun dalam 3 tahun terakhir 1975-1977
sebagai berikut:
Tahun Ton/ha Areal (000 ha) Produksi Total (000 ton)
1975 10,80 82,9 890
1976 10,29 89,3 887
1977 10,26 t.a.d t.a.d
(2) Tujuan Inpres No. 9/1975, bahwa petani tebu diharapkan akan menjadi
“manager” usaha tani tebunya, belum tercapai. Di banyak tempat
temyata yang kini berperanan adalah ketua kelompok atau KUD yang
mengelola tebu rakyat atas nama petani. Petani pemilik tanah ada yang
masih bekerja sebagai buruh di tanahnya, ada yang tidak lagi terlibat
dengan tanah miliknya.
Karena pemilikan tanah yang sangat kecil-kecil maka petani pemilik
tanah ini memindahkan pengusahaan tanahnya kepada “petani” yang
lebih besar dan mempunyai modal yaitu “petani pedagang”, “petani
pejabat” dan “petani kuat” lainnya.
D. KESIMPULAN
(1) Masalah penggarapan tanah rakyat untuk tanaman tebu ini
memerlukan perhatian khusus. Di kalangan gula dewasa ini timbul
semacam keresahan dan ketidakpastian. Di satu pihak para pelaksana
kebijaksanaan pemerintah berusaha keras untuk melaksanakan instruksi
104