Page 18 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 18

27). Persoalan bagi hasil ini sebetulnya telah diatur oleh Undang-undang
            Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil (UUPBH), satu paket
            dengan Undang-undang 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
            Pokok Agraria (UUPA). Namun UUPBH ini tidak pernah dilaksanakan.
            Memasuki 60 tahun usia UUPBH pada tahun 2020 ini semestinya perlu
            ditengok kembali relevansi undang-undang tersebut di dalam melindungi
            kelas pekerja pertanian yang semakin tersingkir.

                Keempat, hutan-hutan di Indonesia, terlebih di Jawa, tertutup
            aksesnya dari masyarakat. Laporan ini sudah mempertanyakan validitas
            dipertahankannya luas kawasan hutan sampai 30% DAS. “Batasan 30 persen
            dari luas DAS hanya merupaka patokan, yang belum cukup didukung
            oleh dasar ilmiah” (hlm. 37). Ditinjau dari segi hidrologi, adanya areal-areal
            perkebunan tanaman keras di dalam DAS seharusnya, menurut Laporan,
            ikut diperhitungkan dalam mempertahankan areal minimum tersebut (ibid.).
            Kritik yang muncul saat itu adalah tidak adilnya kawasan hutan dialokasikan
            pemberian konsesinya dalam bentuk HPH kepada pengusaha sampai 60 juta
            ha yang diperkirakan sudah meliputi dari separoh luas kehutanan di Indonesia.
            Selain problem ketimpangan di pedesaan dan di luar kawasan hutan, Laporan
            ini telah menangkap ketimpangan alokasi di dalam kawasan hutan. Kondisi
            ini semakin relevan kini karena kondisinya semakin mengkhawatirkan.
            Penguasaan tanah di dalam kawasan hutan yang mayoritas dikuasai oleh
            korporasi justru menunjukkan  ketimpangan yang lebih dalam  dibanding
            pada era kolonial. Pasca reformasi kondisi ketimpangan distribusi dan alokasi
            itu semakin nyata (Shohibuddin 2019).
                Pandangan mengenai angka 30% kawasan hutan di suatu propinsi
            berbasis DAS tersebut tidak tunggal. “Hutan” atau “tanah hutan” yang
            dimaksud oleh instansi kehutanan dan kemudian tertuang dalam UU No 41
            Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah istilah politis atau administratif dan
            bukan biologis. Artinya, 30% wilayah daratan pulau Jawa yang seharusnya
            tertutup hutan itu dalam kenyataannya di lapangan bukanlah tutupan hutan.
            Istilah itu hanya mengacu pada batas politis sebagai kawasan hutan (Peluso
            2006:  188).  Biro  Perencanaan  Perhutani  Jawa  Tengah  1983;  BPS  1988;
            Persaki 1958 juga tidak memiliki penghitungan dan pandangan tunggal



                                            xvii
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23