Page 314 - Mozaik Rupa Agraria
P. 314

Mungkin karena letak geografi yang jauh dari pusat ekonomi
           di perkotaan dan kondisi tanah yang tidak sebagus daerah-daerah
           pertanian  di  tempat lain, mereka menyadari  bahwa laku  tani
           yang mereka kerjakan harus mampu menjaga kesuburan lahan.
           Karena boleh dikatakan, tidak ada pilihan pundi-pundi penghasil
           pendapatan lain bagi warga setempat selain bertani. Selanjutnya,
           saya paham bahwa dari pintu ini saya bisa aktif mewarnai upaya
           mereka mewarisi tanah lestari.


           Petani Berkesadaran Ala Sekolah Tani.
               Ilmu dan  pengetahuan  teknis  yang  selama  ini diterapkan
           di lahan sebetulnya sudah banyak yang selaras dengan apa yang
           mereka harapkan. Metode pembuatan PGPR dan implementasinya,
           pemberian kohe (kotoran hewan)  sebagai  pupuk  dasar, model
           perbanyakan aneka macam agensi hayati dan tata cara aplikasinya
           adalah di antara laku tani yang mendukung tercapainya tujuan.

               Walau begitu, ketika saya tanya, kenapa hal-hal tersebut perlu
           dilakukan, banyak di antara mereka yang tidak dapat menjelaskan.
           Setelah ditelisik  lebih dalam, para petani  memang  tidak punya
           pengetahuan utuh atas itu semua. Dugaan saya karena ilmu yang
           disampaikan  oleh  berbagai  pihak belum  menyentuh  hal-hal
           mendasar yang menjadi pondasi dalam mengelola asset agraria.
           Hasilnya, tidak sedikit praktik yang hanya dilandasi motif ikut-
           ikutan.  Pendek  kata,  petani  tidak  punya  kesadaran  penuh  atas
           pilihan metode budidaya yang dikerjakan.

               Berangkat dari permasalahan ini, saya kemudian menawarkan
           konsep sekolah petani berkesadaran. Ilmu dan pengetahuan yang
           disampaikan bertujuan membangun kesadaran petani terhadap
           sumber daya agraria.  Pemahaman-pemahaman  fundamental
           terkait  tanah,  air,  udara,  serta bagaimana kebudayaan





                                      Deagrarianisasi dan Reforma Agraria  301
   309   310   311   312   313   314   315   316   317   318   319