Page 316 - Mozaik Rupa Agraria
P. 316
Pada praktiknya, tidak banyak petani pewaris budaya revolusi
hijau yang kemudian memiliki keyakinan serupa. Kalaupun
masih ada setitik iman terhadap kearifan lokal, tidak nampak
manifestasinya dalam laku tani sehari-hari. Yang terfikir hanyalah
bagaimana memberi nutrisi ke tanaman melalui aplikasi pupuk
kimia atau kohe (kotoran hewan) yang praktis agar hasil panennya
bagus. Tanah cuma diasumsikan sebagai tempat wadah sementara
yang menampung hara dari pupuk yang diaplikasikan sebelum
kemudian diserap tanaman.
Ketika saya mengatakan kalimat terakhir pada paragraf di
atas, hampir seluruh peserta tersipu malu. Mereka mengamini
bahwa selama ini memandang tanah sebagai benda mati dengan
fungsi sesederhana menampung hara. Paradigma ini oleh
pengkaji di universitas disebut mineral concept. Pola pikir yang
mengkerdilkan peran tanah sebatas media lalu lintas nutrisi dari
petani untuk tanaman budidaya.
Wukir Sari dan Tilas Mulyo
Menghidupkan tanah adalah segala upaya untuk membuat
tanah kembali subur. Tidak ada acuan yang lebih baik ketika
berbicara tanah subur kecuali tanah hutan perawan yang belum
dirusak manusia. Tanah yang masih dalam kondisi apa adanya
sebagaimana Allah menciptakan. Tanah yang berdasarkan
nomenklatur orang jawa mengandung wukir sari dan tilas mulyo.
Seturut penjelasan guru-guru kami di antaranya Pak TO, tanah
subur terbentuk dari wukir sari atau batuan induk dan tilas mulyo
alias sisa-sisa makhluk hidup yang bermanfaat.
Seiring berjalannya sunnatullah, karena reaksi fisik (panas,
dingin, hujan), kimia (reaksi antara batuan dengan udara &
air) dan biologi (pelapukan oleh tanaman perintis) yang terjadi
di alam, batuan induk kemudian lapuk dan pecah menjadi
Deagrarianisasi dan Reforma Agraria 303