Page 315 - Mozaik Rupa Agraria
P. 315
manusia mengelolanya menjadi topik-topik penting yang akan
dikemukakan dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Menanggapi usulan tersebut, seluruh peserta kemudian
menyetujuinya. Menurut mereka, pendekatan tersebut berbeda
dari kelas-kelas tani terdahulu sebelum Sekti Muda. Dengan
mengangkat konsep petani berkesadaran, partisipan tidak hanya
belajar keterampilan teknis tapi juga mendapatkan informasi
menyeluruh mengapa praktik tersebut dibutuhkan. Tidak tiba-
tiba dijelaskan bagaimana cara membuat kompos tanpa mengkaji
kenapa kompos itu penting dan hubungannya dengan kelestarian
tanah.
Hiduplah Tanahku, Hiduplah Negeriku
Setelah tahapan assesment untuk mencari common ground
dianggap usai, saya inisiasi kelas dengan sebuah bait yang terdapat
pada lagu Indonesia Raya. Hiduplah Tanahku, Hiduplah Negeriku.
Walau saya pribadi tidak begitu yakin bahwa WR Supratman
memaknai tanah pada lagu tersebut dengan maksud denotatif,
tapi saya percaya bahwa langkah pertama untuk memulai bertani
adalah memahami bahwa tanah adalah sebuah entitas hidup.
Jika hendak memberi makan dan memakmurkan bangsa
Indonesia, langkah pertama yang harus ditempuh petani adalah
menghidupkan tanah tempat bercocok tanam. Begitu kira-
kira perenungan saya atas diksi-diksi yang ditulis pengarang
lagu. Filosofi ini pun selaras dengan cara pandang para leluhur
terhadap tanah yang membahasakannya dengan istilah “Nguri-
nguri lemah” (menjaga tanah). Sebagian aliran sains barat yang
diajarkan di kampus-kampus juga punya konsep serupa yang
kemudian mereka terjemahkan dengan kalimat “Healthy Soil,
Healthy Life”.
302 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang