Page 400 - Mozaik Rupa Agraria
P. 400

A.  Komunitas Tionghoa
               Siapa sangka  kode  staatsblad dalam catatan  sipil  WNI
           menentukan apakah seseorang diperbolehkan atau tidak untuk
           mempunyai hak milik atas ruang hidup di DIY?
               Pemerintah Hindia Belanda  di  zaman kolonial  yang  sarat
           modal itu membagi penduduk dalam kelas-kelas berdasarkan ras,
           etnis dan agama, dengan kode staatsblad tertentu. Bagi penduduk
           ras dan etnis Eropa dan Indoeropa, berkode 1849; bagi penduduk
           Timur  dan  Timur Jauh (Tionghoa,  India,  Arab  dsb),  berkode
           1917; bagi penduduk yang digolongkan Pribumi beragama Islam,
           berkode 1920; bagi penduduk yang digolongkan pribumi Katholik
           atau Kristen, berkode 1933; bagi  penduduk  yang  digolongkan
           pribumi non  Islam  dan non  Katholik/Kristen  berkode  NON
           STBLD. Apakah yang berkode 1920 pasti  lebih miskin daripada
           yang berkode lainnya? Tidak, begitu pula sebaliknya. Sultan Jawa
           tentu berkode 1920, dan ia sangat lebih kaya daripada takmir gereja
           yang  berkode 1933,  atau  pedagang  asongan berkode 1917,  atau
           Kasta Sudra di Bali yang berkode NON STBLD. Artinya penduduk
           yang digolongkan sebagai non pribumi tidak berarti lebih kaya
           daripada yang  digolongkan  sebagai  pribumi,  mereka yang
           digolongkan non pribumi hanya dianggap asing dan diasingkan.

               Siapa sangka penggolongan identitas penduduk berdasarkan
           ras dan etnis itu masih dipertahankan dalam akta kelahiran hingga
           zaman pascakolonial ketika semua WNI, tanpa dibedakan suku
           ras agama dan asal-usul (SARA), mempunyai hak dan kewajiban
           yang sama?

               Keberadaan  etnis  Tionghoa  di  nusantara  jauh  lebih  dulu
           daripada umur Kesultanan Yogyakarta, bahkan kerajaan Mataram
           Islam di Jawa. Menurut catatan sejarah, Sultan Demak putra dari
           perempuan Tionghoa. Bahkan, dalam perhelatan melawan Sabda
           Raja pada 2015, salah seorang adik Sultan Yogyakarta mengakui



                                         Gerakan dan Perjuangan Agraria  387
   395   396   397   398   399   400   401   402   403   404   405