Page 459 - Mozaik Rupa Agraria
P. 459

namanya.  Itu logikanya. Efektif. Buanglah jantungmu  agar kau
           bebas  dari  serangan jantung!”  Aku menanggapi  pakar hukum
           sekaligus lingkungan itu.
               “Ya,  ya itu  cerdas. Lalu  apa?  Pabrik  sambal  atau  saos?  Itu
           sesuai kehendak  program nasional  tapi  akan memperpanjang
           perlawanan, lalu tambang masuknya kapan?” Ujar antropolog itu
           tak sabar.

               “Kita menghadapi tiga isu seksi yang diusung lawan. Ekonomi
           Kerakyatan, Hak Asasi Manusia, dan Lingkungan. Selama mereka
           masih bertani, dengan berat hati kukatakan: tambang pasti akan
           tumbang, ”  jelas ekonom.

               “Sebentar, sebentar, aku ingat sesuatu. Kalian ingat ada tambak
           udang  di Pantai Kuwaru? Mungkin  itu bisa  dipertimbangkan.”
           Politikus itu tiba-tiba menyeletuk.

               “Iya,  terus apa  hubungannya?  Kita sedang  bicara  tambang,
           bukan udang.” Sejarawan itu menangkis.

               “Kau benar soal tambak itu.  Kau justru memberi  inspirasi.
           Tapi, kita harus timbang betul strateginya,” kataku
               “Apa idemu?” Tanya si pakar ekonomi dan pakar antropologi,
           hampir bersamaan.
               “Sebuah moda produksi transisi, suatu mata pencaharian yang
           lebih menguntungkan dari bertani, yang lebih rentan dimainkan
           pasar, yang memberi kebanggaan karena keren, yang lebih cepat
           merusak lingkungan…,” jawabku.

               “Jenius! Kau jenius. Tapi apakah itu mungkin tanpa jaminan
           pasar, payung  hukum,  dan perijinan?”  tanya  si pakar  hukum
           sekaligus lingkungan.

               “Aku dan dia  bisa  mengusahakannya,  itu gampang, aku
           pembuat  regulasi dan dia  sejarawan  tangan  kanan  keluarga


           446    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   454   455   456   457   458   459   460   461   462   463   464