Page 474 - Mozaik Rupa Agraria
P. 474
di Lampung melalui program transmigrasi lokal. Wilayah-wilayah
hutan yang dihuni oleh migran dari Jawa dibirokratisasikan,
didesain oleh pemerintah sebagai wilayah yang dilindungi (untuk
menghentikan deforestasi, erosi). Pada tahun 1980-an, sekitar
seperempat juta perambah hutan dimukimkan kembali di daerah
Lampung Utara. Migran-migran ini dimukimkan kembali yang
kemudian menyebabkan status mereka diubah, legitimasi mereka
sebagai petani-petani perintis berakhir dan berganti menjadi
‘perambah hutan’ ilegal yang berada di luar orbitasi keruangan
Indonesia.
Resistensi diantara kelompok migran muncul pada proses
ini karena mereka harus meninggalkan tanah-tanah yang subur
dan mengikuti desain pertanian versi pemerinta yang tidak
ramah. Meskipun demikian, program ini menghadirkan sebuah
legitimasi baru, sebagai transmigran yang diberikan tanah mereka
sendiri dan yang terpenting adalah sertifikat kepemilikan dalam
posisi yang lebih aman daripada yang sebelumnya. Sementara
struktur tenure berkontribusi pada munculnya aliansi antara
kepentingan migran dan negara, faktor-faktor yang lebih luas juga
berkontribusi pada ide tentang pemukiman transmigrasi lokal
yang dikonstruksikan dengan cara yang baru dengan menganggap
migran-migran sebagai dunia orang Jawa. Pemukiman didesain
dalam lanskap yang berbeda dengan lanskap orang Lampung.
Petugas administrasi desa merasa akrab dengan migran karena
satu suara dengan pimpinan pemerintah yang ditunjuk. Migran
merasa puas dengan pengakuan mereka sebagai warga negara
Indonesia sepenuhnya melalui sertifikat tanah, dan tinggal dalam
lingkungan kelembangan yang mereka akrabi dan membuat
mereka merasa sebagai orang-orang Jawa.
Migran-migran Jawa melihat rekonstruksi masyarakat Jawa
dan menguatnya nilai-nilai Jawa. Hal ini dirasakan oleh tetangga
Politik Ruang, Populasi dan Kesehatan Mental 461