Page 473 - Mozaik Rupa Agraria
P. 473
dalam versi Jawa. Yang terakhir adalah agroekologis Jawa yang
muncul dalam model pertanian khas Jawa (padi irigasi).
Representasi kejawaan dalam berbagai wujudnya, telah
menempatkan migran Jawa secara berbeda dengan masyarakat
asli. Transmigran dari Jawa mendapatkan legitimasi khusus dari
pemerintah dengan berbagai fasilitasi yang diberikan. Dalam
sejarahnya, sejak awal para transmigran dari Jawa ini secara
politik lebih dekat dibandingkan dengan tetangga mereka orang
Lampung. Selain karena kedekatan spasial dengan pemukiman
orang Lampung, desa-desa migran disatukan dalam struktur
administrasi pemerintahan nasional, yang menghendaki adanya
kepala dan sekretaris dengan fungsi-fungsi yang berbeda dengan
desa-desa masa kini.
Hal ini sangat berbeda dengan desa-desa Lampung yag
sampai pertengahan 1970-an, diorganisasikan dalam terminologi
genealogi dan berada di luar birokrasi pemerintahan lokal. Pada
tahun 1950-an dan 1960-an, para migran ini memang harus
bekerja keras membersihkan hutan dan menanam kopi di rumah
baru mereka, meniru beberapa praktik penggunaan lahan yang
biasa dilakukan oleh orang Lampung. Namun, tidak seperti orang
Lampung, mereka menganggap tipe pertanian seperti ini hanya
fase sementara menuju pengolahan tanah secara menetap dengan
sistem bersawah. Migran-migran dari Jawa ini menganggap
perladangan berpindah sebagai sebuah kemunduran menuju
tipe pertanian primitif yang berbeda dengan ‘tani biasa’, ketika
seseorang menanam singkong atau padi, khususnya bersawah
ditambah dengan upah-upah dari kerja di perkebunan.
Legitimasi migran-migran Jawa sebagai ‘warga negara
Indonesia’ di Lampung mendadak berakhir pada tahun 1970-an
ketika pemerintah Orde Baru mengisyaratkan adanya otonomi yang
diperlihatkan oleh para transmigran spontan, yang mulai muncul
460 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang