Page 470 - Mozaik Rupa Agraria
P. 470
Orde Baru juga menggunakan transmigrasi untuk meningkatkan
produktivitas pertanian nasional dengan memperluas berbagai
program pengembangan pertanian melalui skema intensifikasi
padi dan sistem contract farming.
Transmigrasi juga digunakan untuk mengelola kelompok
marginal (petani, perambah hutan, pekerja sektor informal di
perkotaan, petani kecil) untuk kemudian mengubahnya dalam
sistem pertanian kapitalis. Pembangunan infrastruktur di lokasi
transmigrasi (jalan, pasar) merupakan bagian yang digunakan
untuk memfasilitsi pennyebaran industrialisasi). Dalam konteks
militer, transmigrasi juga menjadi mekanisme pemerintah
Indonesia untuk mengamankan wilayah-wilayah perbatasan
atau wilayah-wilayah yang jauh dan tidak stabil secara politis
seperti: wilayah perbatasan di Kalimantan, wilayah yang subur
dengan gerakan separatis seperti Irian Jaya dan Aceh). Yang
terakhir, program transmigrasi juga menjadi bagian dari birokrasi
pemerintah untuk mengawasi dan mengontrol baik kelompok
migran itu sendiri maupun kelompok lokal yang berada di daerah
transmigran dengan menempatkan mereka dalam struktur
administrasi negara. Pemukiman transmigrasi merefleksikan
sebuah struktur birokrasi pedesaan yang top-down.
Dalam konteks politik spasial di Indonesia, dipahami sebuah
konsep mengenai ‘komunitas terbayang’ atau ‘komunitas imajiner’
(imagined community) yang mengacu pada sekelompok individu
yang memiliki ikatan dalam skala luas dan memungkinkan
mereka untuk melakukan kontak secara langsung. Dalam konteks
mengimajinasikan Indonesia inilah, Pemberton menyebutkan
bahwa Indonesia diimajinasikan berasal dari budaya keraton
di Jawa Tengah dimana didalamnya sebuah retorika budaya
mengkerangkai politik yang ada. Proses ini yang kemudian
mengacu pada ‘Jawanisasi’ atau memperluas hegemoni budaya
Politik Ruang, Populasi dan Kesehatan Mental 457