Page 129 - Kembali ke Agraria
P. 129
Usep Setiawan
bersama-sama DPR membahas Undang-Undang Pembaruan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang akan berfungsi sebagai
UU Pokok”.
Masih dalam Tap MPR No V/2003, antara lain menyarankan,
“Membentuk lembaga atau institusi independen lain untuk menyu-
sun kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik agraria dan
sumber daya alam guna menyelesaikan sengketa agraria dan sumber
daya alam agar memenuhi rasa keadilan kelompok petani, nelayan,
masyarakat adat, dan rakyat umumnya sehingga berbagai konflik
dan kekerasan dapat dicegah dan ditanggulangi”.
Dinamika kebijakan itu seyogianya memberi peluang kian lebar
bagi persiapan pelaksanaan Pembaruan Agraria. Untuk itu, peluang
ini harus ditangkap dengan menyiapkan aneka rumusan pembaruan
kebijakan komprehensif dan basis sosial di tingkat rakyat secara lebih
sistematis dan solid.
Kepungan RUU sektoral
Belum ada perubahan berarti dalam merealisasi perintah, penu-
gasan, maupun saran MPR. Sebaliknya, yang berlangsung adalah
(1) diteruskannya watak sektoralisme dalam mengurus tanah dan
kekayaan alam melalui inisiatif penyusunan RUU sektoral; dan (2)
terjadi pembiaran atas meningkatnya tindakan kekerasan aparat nega-
ra terhadap petani, nelayan, masyarakat adat, dan kaum miskin kota
yang mengalami konflik agraria dengan badan usaha swasta maupun
milik negara.
Pembaruan Agraria seharusnya menjadi prioritas utama pem-
bangunan ekonomi dan sosial politik bangsa Indonesia. Tetapi,
tantangan kolaborasi modal dan negara kian mengental yang ditandai
penyusunan berbagai RUU sektoral. Gagasan awal sejumlah RUU
ini didorong kepentingan kaum neo-liberal yang menghendaki priva-
tisasi dan liberalisasi tanah dan kekayaan alam milik bangsa Indo-
nesia guna kepentingan kapitalisme global. Sejumlah RUU kini tengah
antre menunggu pembahasan dan pengesahan, seperti RUU Perke-
110