Page 134 - Kembali ke Agraria
P. 134

Kembali ke Agraria

               Lemahnya komitmen

                   Selain kekeliruan kebijakan, lemahnya komitmen pemerintah
               untuk menjalankan pembaruan agraria terpantul dari ungkapan
               pemikiran yang sektoral dan tidak sensitif terhadap krisis agraria.
               Ketidakmaupahaman atas kenyataan di lapangan dan ketidakmau-
               mengertian aparat pemerintahan atas langkah yang seharusnya
               ditempuh untuk memperbaiki kenyataan agraria menjadi gejala yang
               mencolok. Faktor ini dapat menjadi batu sandungan bagi pembaruan
               watak suprastruktur pemerintahan.
                   Ketidakadilan akibat ketimpangan penguasaan tanah dan
               konflik agraria tidak ditangkap pemerintah sebagai kenyataan, tetapi
               sebatas “kasus”. Masih banyak pejabat yang menganggap ketim-
               pangan dan konflik agraria sebagai isapan jempol yang diembuskan
               kalangan yang “pada dasarnya tidak suka” pemerintah, contoh terba-
               ru, kasus gugatan seorang kepala polda atas aktivis LSM di Sulawesi
               Selatan gara-gara si aktivis menuntut pencopotan kepala polda yang
               dianggap bertanggung jawab atas tragedi Bulukumba.
                   Padahal, mengubah secara total kebijakan yang rusak dengan
               mengubah watak pelaksana kebijakan adalah dua hal yang sama
               pentingnya dan sama nilainya dalam merealisasikan tujuan peru-
               bahan itu sendiri. Kebijakan yang benar dan aparat yang baik melekat
               pada satu keping mata uang yang sama. Perubahan kebijakan agraria
               tanpa watak baru aparat pemerintahan hanya menjadikan peru-
               bahan berhenti pada teks tanpa konteks. Pembaruan agraria pun
               menjadi tak ubahnya macan kertas.
                   Sejumlah watak lama aparat yang harus segera ditumpas tuntas
               di antaranya merasa paling benar sendiri, mengabaikan rakyat, rela
               disogok golongan berkantong tebal, dan memasabodohkan kehan-
               curan ekologi. Kebijakan yang lahir dari watak aparat semacam ini
               mestilah antirakyat dan antikelestarian alam.
                   Watak baru yang seharusnya melekat di sanubari aparat hendak-
               nya tertuang dalam konsepsi kebijakan yang terpantul dalam praktik
               pelayanan kepemerintahan, berupa menerima perbedaan, sudi men-

                                                                        115
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139