Page 139 - Kembali ke Agraria
P. 139
Usep Setiawan
parlemen dan organisasi rakyat (tani) sejak 21 Mei 1948 hingga UUPA
diundangkan 24 September 1960. Bayangkan, hasil kerja puluhan
tahun itu hendak dihapus dalam hitungan bulan dengan proses yang
penuh kelemahan.
Langkah korektif
RUU ini pun tidak diawali kajian menyeluruh atas peraturan
perundang-undangan agraria yang ada oleh seluruh instansi sektoral
terkait agraria. Padahal TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang pemba-
ruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam, telah menggariskan
arah kebijakan yang mestinya bersendikan kaji ulang kebijakan dan
sinkronisasi kebijakan antarsektor (lihat: Pasal 5 1 (a) dan [2 (a). Kon-
sultasi publik yang dilakukan BPN sangat terbatas, baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas metodologinya.
Agar penyempurnaan UUPA dapat mendekati kesempurnaan,
maka pemerintah hendaknya segera mengambil langkah korektif
dengan menolak RUU tentang Sumberdaya Agraria. Daripada me-
maksakan RUU ini menjadi undang-undang maka lebih baik UUPA
1960 tetap dipertahankan apa adanya. Jika mau dilanjutkan, jelas
diperlukan waktu yang lebih cukup. RUU ini jangan terburu-buru
disahkan, sekalipun Keppres 34/2003 mematok 1 Agustus 2004 seba-
gai batas waktu penyempurnaan UUPA.
Ada beberapa langkah praktis yang mestinya dilakukan. Pertama,
mendesak untuk disusun ulang perencanaan kerja penyempurnaan
UUPA yang lebih terbuka dan melibatkan seluruh instansi terkait
agraria. Kalangan petani, nelayan, masyarakat adat dan kaum miskin
di perkotaan perlu diutamakan keterlibatannya. Demikian pula
dengan pelibatan ahli agraria dan organisasi non-pemerintah yang
punya kapasitas dan komitmen. Mekanisme konsultasi publik, debat
publik dan berbagai forum penyerapan aspirasi secara lebih banyak
dan luas hendaknya menjadi bagian dari desain baru itu. Kepanitiaan
nasional/negara yang multipihak dalam penyusunan R-UUPA
(1948-1960) patut ditiru untuk menyempurnakan UUPA.
120