Page 164 - Kembali ke Agraria
P. 164
Kembali ke Agraria
sipil berkonsolidasi melawan agenda modal dengan strategi cerdas.
Di ujung konferensi, panitia pengarah mengeluarkan pernyataan
kepedulian bertajuk: “Dituntut Kepeloporan Pemerintah Baru untuk
Menetapkan Reforma Agraria sebagai Basis Pembangunan” (Jakarta,
13 Oktober 2004). Pernyataan ini merupakan kristalisasi kesaksian
atas berbagai perubahan tata kuasa tanah dan kekayaan alam dan
mencermati diskusi sepanjang konferensi.
Fokus keprihatinan panitia tertuju pada empat titik: Pertama,
transisi politik dari Orde Baru (1998), telah memberi jalan intervensi
kekuasaan global ke dalam proses politik-ekonomi hingga kebijakan
dan praktik yang mempengaruhi lingkungan, ketimpangan, serta
konflik agraria di Indonesia. Neo-liberalisme telah mengkomodifikasi
tanah dan kekayaan alam yang mengalihkan sumber daya dari si
miskin ke elite.
Malah menguatkan sektoralisme
Kedua, sekalipun telah lahir TAP MPR No. IX/2001 tentang Pem-
baruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, namun tidak
ada perbaikan yang berarti. Malah banyak kebijakan yang diproduksi
selama reformasi, justru tidak memihak rakyat kecil, tumpang tindih,
dan saling bertentangan (seperti UU Sumber Daya Air, dan UU Perke-
bunan). Regulasi baru malah menguatkan sektoralisme yang melang-
gengkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur
penguasaan/pemanfaatan tanah, serta memicu konflik.
Ketiga, otonomi daerah telah jadi ajang konflik kepentingan antar-
pusat-daerah dan antardaerah. Terjadi kerancuan kewenangan peme-
rintahan dalam tata kuasa tanah dan kekayaan alam. Ini lagi-lagi
memperparah perusakan lingkungan, memperuncing ketimpangan
dan konflik agraria. Keempat, kelompok-kelompok masyarakat kor-
ban telah melakukan protes, klaim balik secara langsung hingga
tuntutan perubahan kebijakan. Namun, upaya masyarakat tidak
ditanggapi serius oleh pemerintah sepanjang masa reformasi.
Mencermati kecenderungan di atas, panitia konferensi melayang-
145