Page 167 - Kembali ke Agraria
P. 167
Usep Setiawan
paradigma pembangunan yang dianut pun mestilah berjiwa
eksploitatif yang mendewakan akumulasi modal besar, baik lewat
investasi asing maupun domestik. Memang pembangunan menjan-
jikan tetesan ke bawah untuk dinikmati mayoritas rakyat. Namun
pengalaman Orde Baru menunjukkan bahwa tetesan itu tidaklah
sampai kepada yang berhak melainkan kembali mengalir ke pundi-
pundi penguasa ekonomi yang lengket dengan pemegang kuasa
negara.
Reforma agraria
Tidak heran jika model pembangunan yang pro-modal besar
dianggap hanya menggendutkan perut para “kapitalis’ dan “birok-
rat” yang menggunakan maupun menyalahgunakan kewenangan
yang dimilikinya “demi kepentingan pembangunan”. Sementara
rakyat kecil harus rela menjadi korban pembangunan. Praktik pelang-
garan HAM pun merajalela.
Gencarnya elite politik bicara tentang pentingnya pertumbuhan
ekonomi melalui investasi bermodal besar menjadi pertanda yang
gamblang bahwa lagu lama masih dilantunkan. Adapun statement
“ekonomi yang didasarkan pada kekuatan sendiri” tak ubahnya
isapan jempol karena tiada alternatif paradigma pembangunan yang
non-kapitalistik serta nihilnya strategi dan program pemandirian
bangsa dan perlindungan HAM bagi rakyat jelata.
Di lain sisi, bangsa ini tengah menanti langkah-langkah nyata
dari pemimpinnya untuk mewujudkan keadilan agraria. Pemikiran
SBY dalam naskah visi, misi dan program yang bertajuk “Mem-
bangun Indonesia yang Aman, Adil dan Sejahtera” (Jakarta, 10 Mei
2004), agenda reforma agraria disebut dua kali. Reforma agraria
diletakkan sebagai bagian dari agenda dan program ekonomi dan
kesejahteraan, khususnya terkait kebijakan perbaikan dan penciptaan
kesempatan kerja (halaman 56), dan revitalisasi pertanian dan pede-
saan (halaman 69). Tiada uraian lebih lanjut bagaimana itu akan
dijalankan.
148