Page 269 - Kembali ke Agraria
P. 269

Forum Keadilan, No.40/13-19 Februari 2007








                             Militer dan Agraria








                ENTROK antara rakyat (petani) dengan aparat militer (TNI-AU)
            Bpada tanggal 21-22 Januari 2007 di kampung Cibitung desa
            Sukamulya, kecamatan Rumpin, Bogor-Jawa Barat mendorong kita
            merefleksikan kembali peran militer dalam urusan agraria.
                Kasus Rumpin membuktikan otoritarianisme di lapangan agraria
            masih bercokol. Kasus Rumpin juga cermin penegakan HAM yang
            masih runyam. Pembaruan (reforma) agraria masih berupa niat suci
            yang belum mewujud dalam nyata. Menjadi rahasia umum, militer
            (tentara dan polisi) sepanjang Orde Baru kerap berdiri di belakang
            kasus-kasus konflik agraria struktural. Aparat Negara bersenjata itu
            biasa jadi backing proyek pembangunan yang menggusur rakyat.
            Bahkan tak sedikit proyek instansi militer sendiri yang memper-
            hadapkan rakyat dengan moncong senjata.
                Dari 1.753 kasus yang direkam KPA (1970-2001), pihak militer
            termasuk yang paling sering berhadapan dengan rakyat. Tak kurang
            29% kasus telah mengakibatkan rakyat bergulat dengan kaum beram-
            but cepak ini. Analisis terhadap pola konflik agraria menampilkan
            wajah penaklukan dan penindasan oleh aparat negara terhadap
            rakyat. Sering bukti-bukti hak rakyat atas tanah tak diakui. Jika tanah
            rakyat dibutuhkan untuk “pembangunan”, penetapan ganti rugi
            selalu merugikan. Penindasan yang dialami rakyat berupa intimidasi,
            teror, dan kekerasan fisik. Sering terjadi penangkapan hingga pemen-
            jaraan tokoh rakyat yang memperjuangkan haknya atas tanah. Bah-

                                        250
   264   265   266   267   268   269   270   271   272   273   274