Page 291 - Kembali ke Agraria
P. 291
Usep Setiawan
abad. Pemberian hak guna usaha (HGU) 95 tahun kepada pemodal
merupakan kebijakan yang mengguncang rasa keadilan, kerakyatan,
dan kebangsaan, serta patut diperkarakan secara filosofis, ideologis,
historis, politis, dan ekonomis.
Pemberian HGU 95 tahun—termasuk Pasal 22 Ayat 1 (b) yang
memberikan HGB 80 (delapan puluh) tahun serta Ayat 1 (c) Hak
Pakai 70 (tujuh puluh) tahun—menjadi pertanda masuknya kita ke
era penjajahan baru. Bahkan, hukum agraria kolonial Belanda seka-
lipun hanya memberi izin 75 tahun bagi penanam modal kala itu.
Diduga daya tekan penjajahan baru terhadap kedaulatan rakyat,
bangsa, dan negara jauh lebih dahsyat dari penjajahan model lama.
Jika ketentuan HGU, HGB, dan HP disandingkan, UU Pena-
naman Modal menabrak UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA). UUPA sejatinya amanat pendiri bang-
sa untuk memakmurkan rakyat, berakar pada Pasal 33 konstitusi.
Sepanjang era reformasi, UUPA diupayakan berbagai pihak untuk
diubah. Namun, pada 29 Januari 2007, pemerintah dan DPR sepakat
untuk tetap mempertahankan UUPA.
Prinsip dasar, semangat, dan filosofi UUPA seolah dilumat UU
Penanaman Modal. Soal HGU, Pasal 29 UUPA menggariskan, “Hak
guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Untuk
perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan hak
guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. Atas permintaan
pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu
yang dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan
waktu yang paling lama 25 tahun”. Yang harus dicamkan, menurut
UUPA, “Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah: (a) warga-
negara Indonesia; (b) badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia” (Pasal 30, Ayat 1).
Perlu diingat, “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Untuk tidak merugikan kepentingan umum, pemilikan dan pengu-
asaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Hanya
warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepe-
272