Page 294 - Kembali ke Agraria
P. 294
Kembali ke Agraria
penyerapan tenaga kerja terus menurun. Tahun 2006, dari 106,28
juta jiwa angkatan kerja, yang terserap di bursa kerja hanya 95,18
juta jiwa. Sisanya menganggur (Kompas, 28/4/2007).
Pemerintah mencoba memperbaiki iklim investasi melalui refor-
masi kebijakan ketenagakerjaan, seperti rencana mereformasi Un-
dang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Namun, rencana reformasi ini memicu ketegangan baru pengu-
saha versus buruh. Sumber protes buruh ialah kekhawatiran reformasi
kebijakan ketenagakerjaan akan menciptakan pasar tenaga kerja yang
fleksibel (labour market flexibility) di mana hak-hak kaum buruh kian
rentan (Idham Arsyad: 2007).
Disinyalir, penyerapan pasar tenaga kerja yang fleksibel hanya
menguatkan posisi pengusaha dalam mengembangkan modal dengan
biaya produksi dan upah rendah. Dengan sistem ini, pengusaha mu-
dah mengontrol dan mendepak tenaga kerja sesuka hati dengan mene-
rapkan skema sistem kerja kontrak (outsourcing).
Jika reformasi kebijakan ketenagakerjaan hanya menguatkan
pasar tenaga kerja dan menepis hak buruh ke jurang ketidakpastian,
cita-cita membangun industri nasional yang kuat sulit tercapai.
Dalam pengembangan dunia industri dan reformasi, kebijakan kete-
nagakerjaan yang menguatkan posisi buruh mutlak perlu diuta-
makan.
Agraria sebagai fondasi
Kompleksitas persoalan buruh yang muncul dewasa ini sebagian
merupakan cermin diabaikannya masalah agraria. Gejala urbanisasi
yang meninggi disebabkan aktivitas ekonomi pedesaan tidak memberi
surplus dan tak menyediakan ruang memadai bagi penyerapan tena-
ga produktif.
Derasnya urbanisasi disebabkan terlemparnya tenaga kerja desa
tanpa transformasi ekonomi dan ketenagakerjaan secara wajar. Kesu-
litan hidup di desa menjadi faktor pendorong laju urbanisasi digenapi
gemerlap kota. Oleh karena itu, penting menyinergikan kebijakan
275