Page 385 - Kembali ke Agraria
P. 385

Sinar Harapan, 18 Februari 2008








                     Hantu Liberalisme Pertanahan








                   ENYUSUL kesepakatan pemerintah dan parlemen (29 Januari
            M2007) untuk mempertahankan UU No 5/1960 tentang
            Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), kini pemerintah
            melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI sedang menggodok
            RUU tentang Pertanahan. Inisiatif penyusunan RUU Pertanahan
            perlu dicermati dalam dua konteks yang paradoksal.
                Pertama, sebagai upaya lebih lanjut pemerintah dalam menyiap-
            kan dasar hukum baru bagi pelaksanaan reforma agraria, sebagai-
            mana dijanjikan Presiden Yudhoyono mulai tahun 2007. Yang kedua,
            bagian dari grand design liberalisasi pertanahan lewat produk legislasi
            yang justru menghambat realisasi reforma agraria. Keduanya seperti
            air dan minyak, namun keduanya potensial.
                Di koran ini, penulis pernah mengingatkan jika pemerintah
            konsisten ingin melaksanakan reforma agraria, memang dibutuhkan
            legislasi (setingkat UU) yang secara operasional mengatur apa dan
            bagaimana reforma agraria dijalankan (Sinar Harapan, 15/02/07).
            Eksistensi UUPA, terutama menyangkut pasal-pasal prinsipilnya
            tetap relevan dijadikan rambu-rambu dasar bagi reforma agraria (Sinar
            Harapan, 15/06/04).
                Yang patut diwaspadai ialah substansi legislasi pertanahan
            jangan sampai jadi produk politik yang mengganjal reforma agraria.
            Harus dicegah bahwa pertanahan jadi urusan sektoral yang lepas
            konteks dari keagrariaan utuh yang menyangkut semua bidang

                                        366
   380   381   382   383   384   385   386   387   388   389   390