Page 382 - Kembali ke Agraria
P. 382
Kembali ke Agraria
persekutuan-persekutuan yang dilandasi ikatan asal-usul leluhur
secara turun-temurun di wilayah geografis tertentu dengan sistem
nilai, ideologi, ekonomi, politik, dan wilayah sendiri.
Suatu komunitas masyarakat termasuk kategori masyarakat adat
jika masyarakat tersebut mempunyai sistem tersendiri dalam
menjalankan kehidupan (livelihood) mereka dan mempunyai wila-
yah/teritori sendiri. Pemilikan teritori sendiri memungkinkan sistem
nilai yang mereka yakini diterapkan dan berlaku dalam persekutuan
masyarakat tersebut (KPA, 1998). Pada umumnya, sistem dan mekanis-
me adat sarat dengan kearifan yang menjaga keseimbangan fungsi
pokok tanah: sosial, ekonomi, dan ekologi.
Biarkan komunalisme
Sejak Orde Baru berkuasa, sistem pengelolaan tanah adat menga-
lami banyak perubahan, terutama karena kegiatan “pembangunan”
yang acap kali “menggusur” tanah masyarakat adat dengan segala
kearifan hidupnya. Terbitnya izin-izin usaha sektor ekstraktif dan
eksploitatif seperti pertambangan, perkebunan, dan kehutanan di
atas tanah adat telah menjungkirbalikkan eksistensi masyarakat adat
kita. Ketidakadilan agraria menjadi “bom waktu” konflik sosial dan
potensial menabur benih disintegrasi bangsa.
Hasil kajian KPA (1998) menunjukkan kenyataan yang terjadi
pada masyarakat adat Indonesia ialah sebuah proses penghancuran
sistematis yang terjadi melalui intervensi berbagai kebijakan pem-
bangunan. Kebijakan yang notabene memihak modal besar (kapi-
talisme) dengan menggunakan pendekatan keamanan dalam sejum-
lah proyek pembangunan yang dilancarkan negara ataupun swasta.
Karena itu, jika kini kita ingin memberdayakan masyarakat adat,
perlu ditegaskan terlebih dahulu mereka mempunyai hak atas tanah/
wilayahnya, dan negara (pemerintah) berkewajiban menghormati dan
melindunginya untuk kehidupan dan perkembangan budaya mereka.
Masyarakat adat mesti diberi pilihan untuk mengembangkan
mode produksi yang mereka nilai cocok dengan nilai-nilai budaya
363