Page 387 - Kembali ke Agraria
P. 387

Usep Setiawan

            utama kecenderungan ideologis elit politik dan konstalasi kekuatan
            politik penyusun legislasi yang kini duduk di eksekutif maupun di
            legislatif saat ini?
                Kalau kita cermati sejumlah undang-undang baru terkait agraria
            yang dihasilkan eksekutif-legislatif periode 2004-2009, tampak kita
            tak bisa terlalu berharap akan lahirnya produk legislasi yang meme-
            nuhi dua semangat dasar sebagaimana penulis singgung di atas–
            anti-sektoralisme dan anti-liberalisme, sehingga lebih pro-integralis-
            me agraria dan pro-populisme kerakyatan.
                Sekadar contoh, UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal telah
            secara telanjang menunjukkan komitmen ideologis-politik elite di
            eksekutif/legislatif yang mengutamakan kepentingan modal besar
            tanpa membedakan asing atau domestik. Hak atas penggunaan dan
            pemakaian tanah untuk investor diberikan nyaris setengah abad.
            Inkonsistensi UU Penanaman Modal dengan UUPA, dan bahkan
            UUD 1945, telah menyeret UU ini ke meja Mahkamah Konstitusi untuk
            diuji materi—kini sedang menunggu putusan.


            Konteks politik
                Belum lagi kita lihat UU Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
            UU Penataan Ruang, UU Perkebunan, dan UU Sumberdaya Air juga
            kontroversial karena sektoralisme dan liberalismenya yang begitu
            kental. Liberalisme yang membuka ruang lebar bagi berkuasanya
            kekuatan kapital akan menggerogoti kewibawaan dan kewenangan
            negara dalam mengatur urusan agraria kita. Berbagai produk legislasi
            yang liberalistik ini disimpulkan bukan solusi atas akar soal agraria,
            melainkan akan memperumit dan mempertajam konflik kepentingan
            lintas tataran yang menempatkan rakyat/bangsa sebagai korban.
                Mumpung masih cukup waktu, agar legislasi pertanahan melalui
            RUU Pertanahan terhindar dari jebakan sektoralisme dan liberalisme,
            disarankan beberapa langkah strategis. Pertama, perlu dibentuk Pani-
            tia Negara yang terdiri dari unsur pemerintah, parlemen, akademisi,
            organisasi kemasyarakatan, dan lembaga swadaya masyarakat yang


            368
   382   383   384   385   386   387   388   389   390   391   392