Page 389 - Kembali ke Agraria
P. 389

Suara Pembaruan, 19 Februari 2008








                   Jadilah Bangsa Penghasil Kedelai








               NDONESIA memang negeri ironis. Negeri agraris dengan jutaan
            Ihektare lahan subur, mayoritas penduduk petani, punya depar-
            temen dan menteri pertanian, anggaran tebal dan program pertanian
            gempita. Lantas, mengapa kedelai saja harus kita impor? Untuk men-
            cukupi kebutuhan 1,9 juta ton kedelai pada 2007 kita masih menu-
            tupnya dengan impor sebanyak 1,3 juta ton. Sementara target produksi
            hanya 950.000 ton, yang ditanam di atas target lahan seluas 740.740
            hektare, namun hanya terealisasi 362.390 hektare.
                Krisis kedelai saat ini memang dipicu oleh gejolak harga kedelai
            dunia yang melambung tinggi, sehingga berpengaruh pada harga
            dalam negeri. Salah satu inti persoalannya ialah karena sudah sejak
            lama Indonesia bergantung pada kedelai impor. Saat ini 60 sampai
            70 persen kebutuhan kedelai domestik Indonesia harus dipasok dari
            luar negeri. Untuk menghadapi situasi ini, pemerintah telah menge-
            luarkan sejumlah kebijakan untuk mengatasi krisis kedelai. Secara
            umum kebijakan itu dimaksudkan untuk mengantisipasi pengaruh
            gejolak harga kedelai dunia terhadap kelangkaan kedelai dalam negeri
            melalui jaminan ketersediaan yang menjadi kebutuhan dalam negeri.
                Kita mencatat beberapa kebijakan pemerintah atas kedelai, yakni
            membebaskan bea masuk, penurunan PPh impor kedelai dari 2,5
            persen, industri tempe dapat subsidi kedelai Rp 1.000 /kg selama
            enam bulan, peningkatan produksi kedelai, dan memberikan utang
            murah kepada 50.000 pengrajin tahu tempe masing-masing Rp 2 juta.

                                        370
   384   385   386   387   388   389   390   391   392   393   394